Selasa, 25 Juni 2013

STUDI ISLAM KONTEMPORER



RESUME BUKU
Pengarang   : M. Rikza Chamami, MSI
Judul Buku : Studi Islam Kontemporer
Nama                   :Dina Fitriyani (PGMI 2B)
NIM            : 123911042

BAB I
PASANG SURUT
KEBANGKITAN KEBUDAYAAN DAN KEILMUAN:
POTRET DISINTEGRASI ABBASIYAH

Dinasti Abbasiyah didirikan oleh keturunan al-Abbas paman nabi Muhammad SAW, Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Dinasti Abbasiyah berkuasa dalam rentan waktu yang sangat panjang, sekitar 508 tahun (750 M/ 132 H – 1258 M / 656 H). ini berarti bahwa konsolidasi dinasti ini memiliki political will yang benar-benar professional. Akan tetapi, kekuasaan dinasti Abbasiyah akrirnya juga mengalami disintregasi yang akhirnya juga mengakibatkan pasang surut atas kebangkitan kebudayaan dan keilmuan.
Perkembangan dinasti Abbasiyah dapat diklasifikasikan menjadi tiga periode, yaitu: pertama, periode perkembangan dan puncak kejayaan (750-950 M). Kedua, periode disintegrasi (950-1050 M). Ketiga, periode kemunduran dan kehancuran (1050-1250 M).
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya menbagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode, yaitu:
1.      Periode Pertama (132-232/ 750-847), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2.      Periode Kedua (232-334/ 847-945), disebut masa pengaruh Persia pertama.
3.      Periode Ketiga (334-447/ 945-1055), masa kekuasaan Dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga dengan masa pengaruh Persia kedua.
4.      Periode Keempat (447-590/ 1055-1194), masa kekuasaan Dinasti Bani Saljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut masa pengaruh Persia kedua.
5.      Periode Kelima (590-565/1194-1258), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif sekitar kota Baghdad.
Tanda-tanda adanya disintegrasi adalah: munculnya dinasti-dinasti kecil di barat maupun timur Baghdad yang berusah melepaskan diri, perebutan kekuasaan oleh Dinasti Buwaihi dan Saljuk, dan lahirnya perang salib antara pasukan Islam dan pasukan salib Eropa
Kebangkitan ilmiyah di zaman Bani Abbasiyah terbagi dalam tiga lapangan, yaitu:
1.      Kegiatan menyusun buku-buku ilmiyah
Kegiatan menyusun buku-buku berjalan menurut tiga tingkat,yaitu: pertama, mencatat ide, percakapan atau sebagainya di suatu halaman kertas yang berasingan atau dua rangkap, asli dan salinannya. Kedua, merupakan bukaan ide-ide yang serupa atau hadits-hadits Rasul dalam satu buku. Ketiga, tingkat penyusunan yang merupakan lebih halus daripada kerja pembukuan, karena di tingkat ini segala yang sudah dicatat, diatur dan disusun dalam bagian-bagian dan bab-bab tertentu serta berbeda satu sama lain.
2.      Mengatur ilmu-ilmu islam
Ilmu-ilmu islam ialah ilmu-ilmu yang muncul di tengah-tengah suasana hidup keislaman berkaitan dengan agama dan bahasa Al-Qur’an. Ilmu-ilmu itu di antaranya yaitu:
a.       Ilmu tafsir
b.      Ilmu fiqh
c.       Ilmu nahwu
d.      Ilmu sejarah
e.       Terjemahan dari bahasa asing

BAB II
KAJIAN KRITIS DIALEKTIKA FENOMENOLOGI DAN ISLAM

Islam sebagai agama yang diproduk oleh Tuhan tidak mungkin untuk diketahui eksistensi riilnya tanpa keberanian untuk mencarinya. Mencari otentitas Islam itulah dibutuhkan keberaniandengan pendekatan studi agama. Adapun salah satu pendekatan yang mampu membedah wujud Islam adalah dengan fenomenologi.
Secara etimologis, fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semua. Juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati  lewat indera.
Religiulitas (keberagaman) manusia pada umumnya bersifat universal, infinite (tidak terbatas) dan transhistoris. Kedua dimensi tersebut mempunyai hubungan yang bersifat dialektis, yaitu saling mengisi, melengkapi, memperkokoh, memanfaatkan bahkan saling mengkritik dan mengontrol.
Kajian fenomenologis terhadap esensitas keberagaman manusia muncul  karena  danya ketidakpuasan para agamawan terhadapkajian historis yang hanya mengkaji aspek-aspek normativitas agama dari kulit luar atau aspek eksternalnya saja, sedang aspek internalitas-kedalaman kurang tersentuh.
Pelacakan terhadap kosep teori dalam sejarah pengetahuan pada waktu itu menunjukkan bahwa ilmu-ilmu di Barat tengah mengalami krisis. Dengan mengambil krisis ilmu sebagai titik tolak permasalahan di Barat, Habermas tidak setuju dengan konsep teori murni Husserl.
Salah satu tokoh islam yang menggunakan fenomenologi dalam melihat islam adalah Hassan Hanafi.

BAB III
FILSAFAT MATERIALISME KARL MARK DAN FRIEDRICK ENGELS

Filsafat seringkali disebut sebagai ilmu yang menyelidiki dan menentukan tujuan terakhir serta makna terdalam dari realita manusia.
Karl Heinrich Marx dan Friedrick Engels adlah filsuf yang menggagas materialism dialektis dan materialism historis yang berkiblat pada Hegel secara kritis dengan melakukan rekontruksi.
Materialism adalah system pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar pada kebudayaan keberadaan Yunani Kuno, mendapat penerimaan yang meluas di abad 19, system berpikir ini menjadi terkenal  dalam bentuk  paham maerialisme dialetik.
Selain menelurkan gagasan maerialisme Mark juga melontarkan kritik terhadap agama. Agama merupakan teori umum  tentang dunia itu. Agama merealisasi inti manusia dengan cara fantastis karena inti manusia itu belum memiliki realitas yang nyata. Menghapuskan agama sebagai kebahagiaan ilusioner untuk rakyat, berarti menuntut agar rakyat dibahagiakan dalam kenyataan.

BAB IV
SKEPTISISME OTENTITAS HADITS:
KRITIK ORIENTALIS IGNAZ GOLDZIHER

Hadits sebagai bagian sumber agama Islam yang disabdakan nabi adalah interpretasi dari Al-Qur’an, namun diluar islam ada kalangan yang meragukan hadits sebagai sabda nabi yang suci. Tidak dipungkiri, kritik hadits yang dilakukan para orientalis itu tidak sama dengan apa yang dilakukan para ulama.
Goldziher adalah seorang orientalis ahli tafsir dan hadits yang berasal dari Hongaria berkebangsaan Jerman. Selain sebagai orientalis, dia juga sebagai kritikus hadits yang menyatakan bahwa hadits bukan murni pernyataan Nabi tapi hadits sebagian besar adalah hasil dari perkembangan politik dan kemasyarakatan abad 1 dan 2 Hijriyah.
Dalam rangka membuat kritik hadits, Goldziher masih masih memilah antara hadits dan sunnah. Ia menyatakan bahwa hadits bermakna satu disiplin ilmu teoritis dan sunnah adalah kopendium aturan-aturan praktis. Satu-satunya sifat antara keduanya adalah bahwa kedanya berakar turun-temurun. Dia menyatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang muncul dalam ibadah dan hokum, yang diakui sebagai tata cara orang muslim pertama yang dipandang berwenang dan telah pula dipraktikkan dinamakan sunnah.
Daud Rasyid mengemukakan bahwa tuduhan  Goldziher tentang bagian terbesar dari hadits adalah catatan sjarah tentang hasil kemjuan yang dicapai islam dibidang politik dan sosial pada abad pertama hijrah, ini secara hstoris dan kenyataan tidak beralasan. Sebab, nabi wafat setelahbangunan agama ini benar-benar sempurna.

BAB V
TELAAH SOSIO-KULTURAL: MANHAJ AHLUL MADINAH
Hukum islam dianggap sebagai hukum yang sakral oleh orang-orang islam. Fatwa yang dibuat oleh mufti biasanya diberikan untuk memecahkan masalah-masalah kontemporer.
Apabila al-Qur’an dan hadits shahih menerangkan suatu hukum yang disyari’atkan oleh Allah kepada ummat sebelum ummat Islam, kemudian al-Qur’an dan hadits menatapkan bahwa hukum tersebut juga diwajibkan kepada ummat islam sebagaimana diwajibkan kepada mereka, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa hukum tersebut adalah syari’at bagi kita sebagai hukum yang harus kita ikuti.
Manhaj ahlul Madinah lahir dalam kondisi yang memberikan iklim kesejukan di dalam memahami hukum Allah. Madzhab ahlul Madinah dipelopori oleh fuqoha’ al-sab’ah yaitu: Said bin Musayyab, URwah bin Zubair, Abu Bakar bin Abdurrahman, Ubaidillah bin Abdullah, Khorijah bin Zaid, Al-Qasim bin Muhammad, dan Sulaiman bin Yasar.
Apabila para ulama hadits dihadapkan kepada suatu pemasalahan, mereka mencari penyelesaian pada al-Qur’an, kemudian pada sunnah Rasul. Kalau mereka mendapati hadits yang berbeda-beda, mereka mengambil hadits yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yamg lebih utama. Apabila mereka tidak memperoleh hadits, mereka meninjau pendapat sahabat. Jika mereka tidak mendapati pendaat sahabat, mereka menggunakan ijtihad atau mereka tidak memberi fatwa.
Madzhab-madzhab yang dikenal sebagai ahlul hadits adalah madzhab asy-Syafi’i, madzhab Hambali, madzhab Hanafi dan madzhab Maliki.

BAB VI
POSTMODERNISME: REALITAS FILSAFAT KONTEMPORER

Arus portmodernisme, yang merupakan respons keras atas modernisme, selama dua tiga dekade belakangan ini begitu hebat mewarnai dan mempengarui diskursus intelektual di negeri ini. Tapi ternyata di berbagai Negara lain posmodernisme tidak hanya menjadi masalah saintifik atau filosofi saja.
Istilah postmodernisme bis menunjuk pada berbagai arti yang berbeda, bisa berarti: aliran pemikiran filsafati; pembabakan sejarah (terkait dengan pergeseran paradigma); ataupun sikap dasar/etos tertentu. Masing-masing membawa konsekunsi logi yang bebrbeda, meskipun bisa saling berkaitan juga.
Postmodernisme identic dengan dua hal, yaitu: pertama, postmodernisme dinilai sebagai keadaan sejarah setelah zaman modern. Kedua, postmodernisme dipandang sebagai gerakan intelektual yang mencoba menggugat, bahkan mendekontruksi pemikiran sebelumnya yang berkembang dalam paradigma pemikiran pemikiran modern.
Geliat postmodernisme yang lebih dikenal posmo menjadi trend filsafat saat ini yang masih sering didiskusikan oleh semua kalangan. Ini menandakan bahwa posmo tak habisnya bagai garam di laut yang tak akan habis. Posmo boleh dikata sebagai filsafat kontemporer yang masih trend sampai saat ini.

BAB VII
POTRET METODE DAN CORAK TAFSIR AL-AZHAR

Al-Qur’an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunka kepada NAbi Muhammad melalui malaikat Jibril. Alqu’an memang sangat membutuhkan tafsir untuk memudahkan umatnya memahami makna pesan Tuhan dalam kitab sucinya.
Hamka adalah seorang pemikir muslim progresif dan tokoh Muhammadiyah yang rela berkorban dalam memperjuangkan Islam hingga di penjara. Namun masuknya dia ke penjara bukan menjadi hambatan dalam berkarya, justru di dalam sel kala itu, ia menyelesaikan penulisan Tafsir al-Azhar.
METODE DAN CORAK TAFSIR AL-AZHAR
v  Metode analitis (tahlili)
Yaitu, menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut.
v  Corak Kombinasi al-Adabi al-Ijtima’i-Sufi
Yaitu suatu cabang dari tafsir yang muncul pada masa modern ini, yaitu corak tafsir yang berusaha memahami nash-nash al-Qur’an dengan cara pertama dan utama mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur’an secara teliti.

BAB VII
DISKURSUS METODE HERMENEUTIKA AL-QUR’AN

Kecenderungan umat Islam pada saat ini lebih suka mengkonsumsi al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari secara langsung ketimbang memandangnya terlebih dahulu dengan metode studi ilmiah kotemporer. Maka diprlukan format dan bentuk dari visi intelektualitasnya dengan mengapresiasikan metode hermeneutika.
A.    PENGERTIAN DAN KONSEP DASAR HERMENEUTIKA
1.      Hermenuetika Perspektif Etimologis-Historis
2.      Dinamika Hermeneutika: Filsafat-Metode
3.      Hermeneutika sebagai teori penafsiran kitab suci
4.      Hermeneutika sebagai metode filologi
5.      Hermeneutika sebagai pemahaman linguistic
6.      Hermeneutika sebagai fondasi dari geisteswissenchaft
7.      Hermeneutika sebagai fenomenologi dasein
8.      Hermeneutika sebagai system interpretasi
B.     EPISTEMOLOGI HERMENEUTIKA AL-QUR’AN
Epistimologi hermeneutika al-Qur’an yang telah diformulasikan oleh Al-Jabiri adalah muncul setelah masa sahabat, yaitu setelah masa-masa tadwin.
C.     HERMENEUTIKA AL-QUR’AN : METODE TAFSIR
Hermeneutika al-Qur’an merupakan istilah yang masih asing dalam wacana pemikiran islam. Diskursus penafsiran al-Qur’an tradisional lebih banyak mengenai istilah al-tafsir, al-ta’wil, dan al-bayan. Dapat digariskan bahwa hermenuetika al-Qur’an adalah salah satu metode untuk membedah kandungan makna ayat Allah ini dengan mentesuaikan konteks dan membuat ayat itu semakin kontekstual.

BAB IX
JAWA DAN TRADISI ISLAM
PENAFSIRAN HISTORIOGRAFI JAWA MARK R WOODWARD

Mark R. Woodward adalah seorang Profesor islam dan agama Asia Tenggara di Arizona State University merupakan sosok yang sangat tegas menyatakan bahwa islam Jawa adalah Islam, ia bukan Hindu atau Hindu-Budha, sebagaimana dituduhkan oleh Geertz dan sejarawan-antropolog lainnya
Salah satu ciri Islam Jawa adalah kecepatan dan kedalamannya mempresentasi masyarakat Hindu-Budha. Generasi sekarang dapat melihat bagaimana pertemuan ini bermuara pada tradisi Jawa.
Secara garis besar, Mark R. Woodward mengungkap tentang kondisi masyarakat Jawa dan Tradisi Islam dengan menggunakan data teks Jawa dan etnografis, mistisisme dan tradisi Islam Jawa, dan Tradisi Islam di Jawa versi Woodward.

BAB X
REINTERPRETASI PROFIL PERADABAN ISLAM

Samuel P. Huttington menyatakan ada delapan peradaban mayor yang menyeruak di dunia; Barat, Konfusius, Jepang, Islam, Hindu, Ortodoks, Amerika Latin dan Afrika. Peradaban dan perubahan merupakan dua peristiwa yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena manusia adalah pelaku utama kegiatan membangun peradaban itu.
Selain intregasi politik dan ekonomi, peradaban modern (Barat) juga melakukan invasi intelektual kepada masyarkat Muslim melalui sistem pendidikan diberlakukan mereka,  yaitu dengan dimasukkannya ilmu yang bebas nilai dengan model dan gaya Barat.
A.    SEKILAS PERADABAN ISLAM
1.      Terminologi Peradaban
Secara etimologis kata peradaban adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadlarah atau al-Madaniyah, dan civilization dalam bahasa Inggris. Tetapi sering dikaitkan pula kata peradaban ini dengan kata kebudayaan, yakni al- Tsaqafah dalam bahasa Arab dan culture dalam bahasa Inggris. Secara etimologis tidak ada permasalahan mendalam dari kedua kata tersebut.
Secara terminologis, minoritas sejarawan yang mengungkapkan aspek-aspek persamaan dan pengertian  kebudayaan dan peradaban.
Menurut Koentjaraningtat, kebudayaan setidaknya punya tiga wujud, yaitu: wujud ideal, wujud kelakuan, dan wujud benda.
2.      Mengerti Islam
Secara harfiah Islam berasal dari bahasa Arab salama-yusallimu-salamatan yang berarti selamat atau dama. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. untuk membawa umatnya kepada kedamaian dan keselamatan. Ada juga yang mengatakan bahwa Islam adalah agama rahmat lil ‘alamin, yakni pembawa rahmat bagi dunia.
3.      Seluk Beluk Peradaban Islam
Paling tidak, peradaban Islam terbentuk dari empat bagian pokok, yaitu sumber ekonomi, tatanan politik, tradisi moral, dan khazanah ilmu dan seni. Adapun yang menjadikan peradaban Islam itu unik adalah:
a.       Peradaban Islam berpijak pada asas wahdaniyah (ketunggalan)
b.      Kecenderungan peradaban Islam adalah tujuan kemanusiaan, cakrawala dan risalah komposit.
c.       Mengedepankan prinsip moral
d.      Berpegang teguh pada ilmu aqidah
e.       Mempunyai toleransi terhadap peradaban lain.
B.     SEKILAS PUSAT PERADABAN ISLAM
1.      Baghdad (Irak)
Kota Baghdad terletak diantara Tigris dan Efrat, berbentuk bundar yang di tengah-tengahnya terletak istana kepala Negara. Pada mulanya dinamakan Madinah Al Salam (kota keselamatan dan perdamaian) city of paece. Kemudian nama itu diubah dengan nama Baghdad yang dalam bahasa Persia bererti “ kota anugerah Tuhan”.
2.      Kairo (Mesir)
Kairo berasal dari bahasa Arab Qohiroh yang berarti berjasa. Kota Kairo di bangun pada tanggal 17 Sya’ban 385H/ 969 M oleh panglima perang dinasti Fathimiah yang beraliran syi’ah. Kota ini berbentuk segi empat, di sekelilingnya di bangun tembok besar dan tinggi yang memajang dari maskid Ibnu Thalun sampai ke Qal’at al Jabal al Muqattam sampai ke tepi sungai Nil.
3.      Ishafan (Persia)
Kota yang terkenal di Persia dan pernah menjadi ibukota kerajaan Safawi adalah Ishafan, yang merupakan gabungan dua kota sebelumnya yaitu Jay dan Yahudiyyah. Kota ishafan sebelum berada dibawah kekuasaan kerajaan Safawi, sudah beberapa kali mengalami beberapa pergantian penguasa, di antaranya dinasti Saman, kemudian disebut Mardawij.
4.      Istambul (Turki)
Istambul  sebelumnya merupakan ibukota kerajaan Romawi Timur bernama Kostantinopel. Konstatntinpel berhasol ditaklukkan oleh Sultan Muhammad al Fatih, Raja TUrki Utsman, tahun 1453 M dan menjadikannya sebagai ibukota kerajaan baru.
5.      Menengok Pusat Peradaban Islam
Adapun faktor-faktor yang menjadikan daerah Baghdad, Kairo, Ishafan, dan Istanbul maju peradabanny yaitu:
a.       Adanya niat baik dari pengusaha untuk mengusulkan Islam
b.      Ekonomi yang maju
c.       Kekuatan pertahanan dan keamanan
d.      Letak geografis
e.       Sumber daya manusia yang handal
C.     ANALISIS: PERADABAN ISLAM DAN TANTANGAN GLOBAL
Untuk mewujudkan pradaban Islam masa depan diperlukan upaya-upaya rekonstruktif  dengan mempertimbangkan elemen-elemen:
1.      Semangat tajdid dari semua pihak secara menyeluruh
2.      Pembumian wahyu melelui konstekstualisasi ajaran Islam
3.      Political will dari pihak penguasa
4.      Eksplorasi, penguasaan, dan pengembangan sains dan teknologi
5.      Membangun moralitas umat yang didasarkan pada nilai-nilai Islam otentik