RESUME BUKU
Pengarang : M. Rikza Chamami, MSI
Judul
Buku : Studi Islam Kontemporer
Nama :Dina Fitriyani (PGMI 2B)
NIM : 123911042
BAB I
PASANG SURUT
KEBANGKITAN KEBUDAYAAN DAN
KEILMUAN:
POTRET DISINTEGRASI ABBASIYAH
Dinasti
Abbasiyah didirikan oleh keturunan al-Abbas paman nabi Muhammad SAW, Abdullah
bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas. Dinasti Abbasiyah berkuasa dalam
rentan waktu yang sangat panjang, sekitar 508 tahun (750 M/ 132 H – 1258 M /
656 H). ini berarti bahwa konsolidasi dinasti ini memiliki political will yang benar-benar professional. Akan tetapi,
kekuasaan dinasti Abbasiyah akrirnya juga mengalami disintregasi yang akhirnya
juga mengakibatkan pasang surut atas kebangkitan kebudayaan dan keilmuan.
Perkembangan
dinasti Abbasiyah dapat diklasifikasikan menjadi tiga periode, yaitu: pertama, periode perkembangan dan puncak
kejayaan (750-950 M). Kedua, periode
disintegrasi (950-1050 M). Ketiga, periode
kemunduran dan kehancuran (1050-1250 M).
Berdasarkan
perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasanya menbagi
masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode, yaitu:
1. Periode
Pertama (132-232/ 750-847), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode
Kedua (232-334/ 847-945), disebut masa pengaruh Persia pertama.
3. Periode
Ketiga (334-447/ 945-1055), masa kekuasaan Dinasti Buwaih dalam pemerintahan
khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga dengan masa pengaruh Persia kedua.
4. Periode
Keempat (447-590/ 1055-1194), masa kekuasaan Dinasti Bani Saljuk dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut masa pengaruh Persia kedua.
5. Periode
Kelima (590-565/1194-1258), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain,
tetapi kekuasaannya hanya efektif sekitar kota Baghdad.
Tanda-tanda adanya disintegrasi adalah: munculnya
dinasti-dinasti kecil di barat maupun timur Baghdad yang berusah melepaskan
diri, perebutan kekuasaan oleh Dinasti Buwaihi dan Saljuk, dan lahirnya perang
salib antara pasukan Islam dan pasukan salib Eropa
Kebangkitan ilmiyah di zaman Bani
Abbasiyah terbagi dalam tiga lapangan, yaitu:
1. Kegiatan
menyusun buku-buku ilmiyah
Kegiatan
menyusun buku-buku berjalan menurut tiga tingkat,yaitu: pertama, mencatat ide, percakapan atau sebagainya di suatu halaman
kertas yang berasingan atau dua rangkap, asli dan salinannya. Kedua, merupakan bukaan ide-ide yang
serupa atau hadits-hadits Rasul dalam satu buku. Ketiga, tingkat penyusunan yang merupakan lebih halus daripada
kerja pembukuan, karena di tingkat ini segala yang sudah dicatat, diatur dan
disusun dalam bagian-bagian dan bab-bab tertentu serta berbeda satu sama lain.
2. Mengatur
ilmu-ilmu islam
Ilmu-ilmu
islam ialah ilmu-ilmu yang muncul di tengah-tengah suasana hidup keislaman
berkaitan dengan agama dan bahasa Al-Qur’an. Ilmu-ilmu itu di antaranya yaitu:
a. Ilmu
tafsir
b. Ilmu
fiqh
c. Ilmu
nahwu
d. Ilmu
sejarah
e. Terjemahan
dari bahasa asing
BAB II
KAJIAN KRITIS DIALEKTIKA
FENOMENOLOGI DAN ISLAM
Islam sebagai
agama yang diproduk oleh Tuhan tidak mungkin untuk diketahui eksistensi riilnya
tanpa keberanian untuk mencarinya. Mencari otentitas Islam itulah dibutuhkan
keberaniandengan pendekatan studi agama. Adapun salah satu pendekatan yang
mampu membedah wujud Islam adalah dengan fenomenologi.
Secara
etimologis, fenomenologi berasal dari kata fenomen
yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semua. Juga dapat
diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indera.
Religiulitas
(keberagaman) manusia pada umumnya bersifat universal, infinite (tidak terbatas) dan transhistoris. Kedua dimensi tersebut
mempunyai hubungan yang bersifat dialektis, yaitu saling mengisi, melengkapi,
memperkokoh, memanfaatkan bahkan saling mengkritik dan mengontrol.
Kajian
fenomenologis terhadap esensitas keberagaman manusia muncul karena
danya ketidakpuasan para agamawan terhadapkajian historis yang hanya
mengkaji aspek-aspek normativitas agama dari kulit luar atau aspek eksternalnya
saja, sedang aspek internalitas-kedalaman kurang tersentuh.
Pelacakan
terhadap kosep teori dalam sejarah pengetahuan pada waktu itu menunjukkan bahwa
ilmu-ilmu di Barat tengah mengalami krisis. Dengan mengambil krisis ilmu
sebagai titik tolak permasalahan di Barat, Habermas tidak setuju dengan konsep
teori murni Husserl.
Salah satu tokoh
islam yang menggunakan fenomenologi dalam melihat islam adalah Hassan Hanafi.
BAB III
FILSAFAT MATERIALISME KARL MARK DAN
FRIEDRICK ENGELS
Filsafat
seringkali disebut sebagai ilmu yang menyelidiki dan menentukan tujuan terakhir
serta makna terdalam dari realita manusia.
Karl Heinrich
Marx dan Friedrick Engels adlah filsuf yang menggagas materialism dialektis dan
materialism historis yang berkiblat pada Hegel secara kritis dengan melakukan
rekontruksi.
Materialism
adalah system pemikiran yang meyakini materi sebagai satu-satunya keberadaan
yang mutlak dan menolak keberadaan apapun selain materi. Berakar pada
kebudayaan keberadaan Yunani Kuno, mendapat penerimaan yang meluas di abad 19,
system berpikir ini menjadi terkenal
dalam bentuk paham maerialisme
dialetik.
Selain menelurkan
gagasan maerialisme Mark juga melontarkan kritik terhadap agama. Agama
merupakan teori umum tentang dunia itu.
Agama merealisasi inti manusia dengan cara fantastis karena inti manusia itu
belum memiliki realitas yang nyata. Menghapuskan agama sebagai kebahagiaan
ilusioner untuk rakyat, berarti menuntut agar rakyat dibahagiakan dalam
kenyataan.
BAB IV
SKEPTISISME OTENTITAS HADITS:
KRITIK ORIENTALIS IGNAZ GOLDZIHER
Hadits sebagai
bagian sumber agama Islam yang disabdakan nabi adalah interpretasi dari Al-Qur’an,
namun diluar islam ada kalangan yang meragukan hadits sebagai sabda nabi yang
suci. Tidak dipungkiri, kritik hadits yang dilakukan para orientalis itu tidak
sama dengan apa yang dilakukan para ulama.
Goldziher adalah
seorang orientalis ahli tafsir dan hadits yang berasal dari Hongaria
berkebangsaan Jerman. Selain sebagai orientalis, dia juga sebagai kritikus
hadits yang menyatakan bahwa hadits bukan murni pernyataan Nabi tapi hadits
sebagian besar adalah hasil dari perkembangan politik dan kemasyarakatan abad 1
dan 2 Hijriyah.
Dalam rangka
membuat kritik hadits, Goldziher masih masih memilah antara hadits dan sunnah.
Ia menyatakan bahwa hadits bermakna satu disiplin ilmu teoritis dan sunnah
adalah kopendium aturan-aturan
praktis. Satu-satunya sifat antara keduanya adalah bahwa kedanya berakar
turun-temurun. Dia menyatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang muncul dalam
ibadah dan hokum, yang diakui sebagai tata cara orang muslim pertama yang
dipandang berwenang dan telah pula dipraktikkan dinamakan sunnah.
Daud Rasyid
mengemukakan bahwa tuduhan Goldziher tentang
bagian terbesar dari hadits adalah catatan sjarah tentang hasil kemjuan yang
dicapai islam dibidang politik dan sosial pada abad pertama hijrah, ini secara
hstoris dan kenyataan tidak beralasan. Sebab, nabi wafat setelahbangunan agama
ini benar-benar sempurna.
BAB V
TELAAH SOSIO-KULTURAL: MANHAJ AHLUL
MADINAH
Hukum islam
dianggap sebagai hukum yang sakral oleh orang-orang islam. Fatwa yang dibuat
oleh mufti biasanya diberikan untuk memecahkan masalah-masalah kontemporer.
Apabila
al-Qur’an dan hadits shahih menerangkan suatu hukum yang disyari’atkan oleh
Allah kepada ummat sebelum ummat Islam, kemudian al-Qur’an dan hadits
menatapkan bahwa hukum tersebut juga diwajibkan kepada ummat islam sebagaimana
diwajibkan kepada mereka, maka tidak diperselisihkan lagi bahwa hukum tersebut
adalah syari’at bagi kita sebagai hukum yang harus kita ikuti.
Manhaj ahlul
Madinah lahir dalam kondisi yang memberikan iklim kesejukan di dalam memahami
hukum Allah. Madzhab ahlul Madinah dipelopori oleh fuqoha’ al-sab’ah yaitu: Said bin Musayyab, URwah bin Zubair, Abu
Bakar bin Abdurrahman, Ubaidillah bin Abdullah, Khorijah bin Zaid, Al-Qasim bin
Muhammad, dan Sulaiman bin Yasar.
Apabila para
ulama hadits dihadapkan kepada suatu pemasalahan, mereka mencari penyelesaian
pada al-Qur’an, kemudian pada sunnah Rasul. Kalau mereka mendapati hadits yang
berbeda-beda, mereka mengambil hadits yang diriwayatkan oleh perawi-perawi yamg
lebih utama. Apabila mereka tidak memperoleh hadits, mereka meninjau pendapat
sahabat. Jika mereka tidak mendapati pendaat sahabat, mereka menggunakan
ijtihad atau mereka tidak memberi fatwa.
Madzhab-madzhab
yang dikenal sebagai ahlul hadits adalah madzhab asy-Syafi’i, madzhab Hambali,
madzhab Hanafi dan madzhab Maliki.
BAB VI
POSTMODERNISME: REALITAS FILSAFAT
KONTEMPORER
Arus
portmodernisme, yang merupakan respons keras atas modernisme, selama dua tiga dekade
belakangan ini begitu hebat mewarnai dan mempengarui diskursus intelektual di
negeri ini. Tapi ternyata di berbagai Negara lain posmodernisme tidak hanya
menjadi masalah saintifik atau filosofi saja.
Istilah
postmodernisme bis menunjuk pada berbagai arti yang berbeda, bisa berarti:
aliran pemikiran filsafati; pembabakan sejarah (terkait dengan pergeseran
paradigma); ataupun sikap dasar/etos tertentu. Masing-masing membawa konsekunsi
logi yang bebrbeda, meskipun bisa saling berkaitan juga.
Postmodernisme
identic dengan dua hal, yaitu: pertama, postmodernisme
dinilai sebagai keadaan sejarah setelah zaman modern. Kedua, postmodernisme dipandang sebagai gerakan intelektual yang
mencoba menggugat, bahkan mendekontruksi pemikiran sebelumnya yang berkembang
dalam paradigma pemikiran pemikiran modern.
Geliat
postmodernisme yang lebih dikenal posmo menjadi trend filsafat saat ini yang
masih sering didiskusikan oleh semua kalangan. Ini menandakan bahwa posmo tak
habisnya bagai garam di laut yang tak akan habis. Posmo boleh dikata sebagai
filsafat kontemporer yang masih trend sampai saat ini.
BAB VII
POTRET METODE DAN CORAK TAFSIR
AL-AZHAR
Al-Qur’an adalah
kalam Allah yang tiada tandingannya, diturunka kepada NAbi Muhammad melalui
malaikat Jibril. Alqu’an memang sangat membutuhkan tafsir untuk memudahkan
umatnya memahami makna pesan Tuhan dalam kitab sucinya.
Hamka adalah
seorang pemikir muslim progresif dan tokoh Muhammadiyah yang rela berkorban
dalam memperjuangkan Islam hingga di penjara. Namun masuknya dia ke penjara
bukan menjadi hambatan dalam berkarya, justru di dalam sel kala itu, ia
menyelesaikan penulisan Tafsir al-Azhar.
METODE DAN CORAK TAFSIR AL-AZHAR
v Metode
analitis (tahlili)
Yaitu, menafsirkan ayat-ayat
al-Qur’an dengan memaparkan berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat
yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya,
sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat
tersebut.
v Corak
Kombinasi al-Adabi al-Ijtima’i-Sufi
Yaitu suatu cabang dari tafsir yang
muncul pada masa modern ini, yaitu corak tafsir yang berusaha memahami
nash-nash al-Qur’an dengan cara pertama dan utama mengemukakan
ungkapan-ungkapan al-Qur’an secara teliti.
BAB VII
DISKURSUS METODE HERMENEUTIKA
AL-QUR’AN
Kecenderungan
umat Islam pada saat ini lebih suka mengkonsumsi al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari
secara langsung ketimbang memandangnya terlebih dahulu dengan metode studi
ilmiah kotemporer. Maka diprlukan format dan bentuk dari visi
intelektualitasnya dengan mengapresiasikan metode hermeneutika.
A. PENGERTIAN
DAN KONSEP DASAR HERMENEUTIKA
1. Hermenuetika
Perspektif Etimologis-Historis
2. Dinamika
Hermeneutika: Filsafat-Metode
3. Hermeneutika
sebagai teori penafsiran kitab suci
4. Hermeneutika
sebagai metode filologi
5. Hermeneutika
sebagai pemahaman linguistic
6. Hermeneutika
sebagai fondasi dari geisteswissenchaft
7. Hermeneutika
sebagai fenomenologi dasein
8. Hermeneutika
sebagai system interpretasi
B. EPISTEMOLOGI
HERMENEUTIKA AL-QUR’AN
Epistimologi
hermeneutika al-Qur’an yang telah diformulasikan oleh Al-Jabiri adalah muncul
setelah masa sahabat, yaitu setelah masa-masa tadwin.
C. HERMENEUTIKA
AL-QUR’AN : METODE TAFSIR
Hermeneutika
al-Qur’an merupakan istilah yang masih asing dalam wacana pemikiran islam.
Diskursus penafsiran al-Qur’an tradisional lebih banyak mengenai istilah
al-tafsir, al-ta’wil, dan al-bayan. Dapat digariskan bahwa hermenuetika
al-Qur’an adalah salah satu metode untuk membedah kandungan makna ayat Allah
ini dengan mentesuaikan konteks dan membuat ayat itu semakin kontekstual.
BAB IX
JAWA DAN TRADISI ISLAM
PENAFSIRAN HISTORIOGRAFI JAWA MARK
R WOODWARD
Mark R. Woodward
adalah seorang Profesor islam dan agama Asia Tenggara di Arizona State
University merupakan sosok yang sangat tegas menyatakan bahwa islam Jawa adalah
Islam, ia bukan Hindu atau Hindu-Budha, sebagaimana dituduhkan oleh Geertz dan
sejarawan-antropolog lainnya
Salah satu ciri Islam Jawa adalah
kecepatan dan kedalamannya mempresentasi masyarakat Hindu-Budha. Generasi
sekarang dapat melihat bagaimana pertemuan ini bermuara pada tradisi Jawa.
Secara garis besar, Mark R.
Woodward mengungkap tentang kondisi masyarakat Jawa dan Tradisi Islam dengan
menggunakan data teks Jawa dan etnografis, mistisisme dan tradisi Islam Jawa,
dan Tradisi Islam di Jawa versi Woodward.
BAB X
REINTERPRETASI PROFIL PERADABAN
ISLAM
Samuel P.
Huttington menyatakan ada delapan peradaban mayor yang menyeruak di dunia;
Barat, Konfusius, Jepang, Islam, Hindu, Ortodoks, Amerika Latin dan Afrika.
Peradaban dan perubahan merupakan dua peristiwa yang tidak bisa dipisahkan satu
sama lain karena manusia adalah pelaku utama kegiatan membangun peradaban itu.
Selain intregasi
politik dan ekonomi, peradaban modern (Barat) juga melakukan invasi intelektual
kepada masyarkat Muslim melalui sistem pendidikan diberlakukan mereka, yaitu dengan dimasukkannya ilmu yang bebas nilai
dengan model dan gaya Barat.
A. SEKILAS
PERADABAN ISLAM
1. Terminologi
Peradaban
Secara
etimologis kata peradaban adalah terjemahan dari kata Arab al-Hadlarah atau
al-Madaniyah, dan civilization dalam bahasa Inggris. Tetapi sering dikaitkan
pula kata peradaban ini dengan kata kebudayaan, yakni al- Tsaqafah dalam bahasa
Arab dan culture dalam bahasa Inggris. Secara etimologis tidak ada permasalahan
mendalam dari kedua kata tersebut.
Secara
terminologis, minoritas sejarawan yang mengungkapkan aspek-aspek persamaan dan
pengertian kebudayaan dan peradaban.
Menurut
Koentjaraningtat, kebudayaan setidaknya punya tiga wujud, yaitu: wujud ideal, wujud
kelakuan, dan wujud benda.
2. Mengerti
Islam
Secara harfiah
Islam berasal dari bahasa Arab salama-yusallimu-salamatan yang berarti selamat
atau dama. Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa Islam adalah agama yang
diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. untuk membawa umatnya kepada kedamaian dan
keselamatan. Ada juga yang mengatakan bahwa Islam adalah agama rahmat lil ‘alamin,
yakni pembawa rahmat bagi dunia.
3. Seluk
Beluk Peradaban Islam
Paling tidak,
peradaban Islam terbentuk dari empat bagian pokok, yaitu sumber ekonomi,
tatanan politik, tradisi moral, dan khazanah ilmu dan seni. Adapun yang
menjadikan peradaban Islam itu unik adalah:
a. Peradaban
Islam berpijak pada asas wahdaniyah (ketunggalan)
b. Kecenderungan
peradaban Islam adalah tujuan kemanusiaan, cakrawala dan risalah komposit.
c. Mengedepankan
prinsip moral
d. Berpegang
teguh pada ilmu aqidah
e. Mempunyai
toleransi terhadap peradaban lain.
B. SEKILAS
PUSAT PERADABAN ISLAM
1. Baghdad
(Irak)
Kota Baghdad
terletak diantara Tigris dan Efrat, berbentuk bundar yang di tengah-tengahnya
terletak istana kepala Negara. Pada mulanya dinamakan Madinah Al Salam (kota
keselamatan dan perdamaian) city of paece. Kemudian nama itu diubah dengan nama
Baghdad yang dalam bahasa Persia bererti “ kota anugerah Tuhan”.
2. Kairo
(Mesir)
Kairo berasal
dari bahasa Arab Qohiroh yang berarti berjasa. Kota Kairo di bangun pada
tanggal 17 Sya’ban 385H/ 969 M oleh panglima perang dinasti Fathimiah yang
beraliran syi’ah. Kota ini berbentuk segi empat, di sekelilingnya di bangun
tembok besar dan tinggi yang memajang dari maskid Ibnu Thalun sampai ke Qal’at
al Jabal al Muqattam sampai ke tepi sungai Nil.
3. Ishafan
(Persia)
Kota yang
terkenal di Persia dan pernah menjadi ibukota kerajaan Safawi adalah Ishafan,
yang merupakan gabungan dua kota sebelumnya yaitu Jay dan Yahudiyyah. Kota
ishafan sebelum berada dibawah kekuasaan kerajaan Safawi, sudah beberapa kali
mengalami beberapa pergantian penguasa, di antaranya dinasti Saman, kemudian
disebut Mardawij.
4. Istambul
(Turki)
Istambul sebelumnya merupakan ibukota kerajaan Romawi
Timur bernama Kostantinopel. Konstatntinpel berhasol ditaklukkan oleh Sultan
Muhammad al Fatih, Raja TUrki Utsman, tahun 1453 M dan menjadikannya sebagai
ibukota kerajaan baru.
5. Menengok
Pusat Peradaban Islam
Adapun
faktor-faktor yang menjadikan daerah Baghdad, Kairo, Ishafan, dan Istanbul maju
peradabanny yaitu:
a. Adanya
niat baik dari pengusaha untuk mengusulkan Islam
b. Ekonomi
yang maju
c. Kekuatan
pertahanan dan keamanan
d. Letak
geografis
e. Sumber
daya manusia yang handal
C. ANALISIS:
PERADABAN ISLAM DAN TANTANGAN GLOBAL
Untuk mewujudkan
pradaban Islam masa depan diperlukan upaya-upaya rekonstruktif dengan mempertimbangkan elemen-elemen:
1. Semangat
tajdid dari semua pihak secara menyeluruh
2. Pembumian
wahyu melelui konstekstualisasi ajaran Islam
3. Political
will dari pihak penguasa
4. Eksplorasi,
penguasaan, dan pengembangan sains dan teknologi
5. Membangun
moralitas umat yang didasarkan pada nilai-nilai Islam otentik