Kelas
selalu sepi waktu istirahat. Anak-anak lebih suka beraktifitas di luar daripada
di dalam kelas. Hanya segelintir anak yang betah berdiam diri didalamnya, aku
salah satunya. Momen sepi seperti ini memang yang selalu ku idamkan, begitu
tenang, tanpa kegaduhan dan terasa nyaman. Akupun mengambil novel dari dalam
tas, memasang posisi duduk seenakku dan membaca novel kesayanganku.
“Din, ke kantin yuk??” ajak Runa, salah satu
sahabatku yang baru masuk ke kelas dan langsung berdiri di depanku.
“ngapain
Run??” aku masih asyik dengan novel yang ku baca
“ya
makan lah, laper nih” jawabnya sambil mengelus-elus perutnya
“lagi
seru nih, males jalan juga, hehe, lagian kamu tadi kan udah di luar, kenapa
enggak langsung ke kantin aja?”
“aahh,,
udah deh ayo” Runa langsung saja menarik tanganku, akupun otomatis langsung
beranjak dari tempat dudukku dan terbawa tarikannya. Kami berdua berjalan
menuju kantin yang letaknya tidak jauh dari kelas kami. Sampai di depan kantin
kami melihat ada banyak orang yang sedang berkerumun di sebuah meja.
“eh
Din, apaan tuh kok ada banyak orang disana?”
“enggak
tau” aku mengangkat bahu
“liat
yuk” tanpa menunggu jawabanku, Runa langsung menggandeng tanganku dan menarikku
mendekati ke pusat kerumunan.
Saat
kami sampai di kerumunan itu, semua anak yang tadinya menghadap ke meja
langsung berbalik badan menghadap ke arahku. Tak ku duga, mereka adalah sahabat-sahabatku
dan teman sekelasku. Mereka semua membawa lilin-lilin kecil di tangannya dan
menyanyikan lagu selamat ulang tahun untukku. Seketika aku lansung menutup
wajah dengan kedua tangan, aku menangis, terharu. Aku saja tak ingat dengan
hari ulang tahunku, tapi mereka, sahabatku begitu luar biasa menyiapkannya.
Mereka
membiarkanku menangis sebisaku, mereka tersenyum, tertawa melihat ekspresiku,
aku dibuatnya malu. Belum terhenti air mata haruku, barisan mereka merenggang,
terdengar suara laki-laki yang teramat aku kenal menyanyikan lagu selamat ulang
tahun dari belakang kerumunan, dan barisan yang merenggang tadi menampakkan
sosok laki-laki yang membawa kue tart, Andi. Dia semakin mendekatiku dengan
bernyanyi dan membawa kue tart tepat di hadapanku.
“selamat
ulang tahun Dina, semoga panjang uuummuuurrr” dia mengakhiri lagunya. Aku
tersenyum dalam airmata, tersipu.
“happy
b’day ya Din, semoga kamu mau menerima
cintaku”. Kata-kata Andi membuatku shock seketika. Aku terdiam. Rasaku bercampur
aduk, terharu, tak percaya.
“kamu
mau kan jadi pacar aku??” dia mempertegas maksudnya. Aku semakin dibuatnya tak
berdaya. Tangis dan tawa ini mewakili rasa ketidakpercayaanku, aku terharu, aku
malu.
“ciiiieeeeee,,,
terimaaaa,,, teriimaaaa,,, terimmaaa” suara sorak-sorai teman-teman dan
pengunjung kantin membuatku tak menentu.
“kalian
apaan sih, malu tauu” aku mengusap airmataku, tapi sorakan mereka semakin
menjadi. aku terdiam, tak lama kemudia mereka juga terdiam, suasana jadi
senyap. Aku mengangguk, “aku mau”.
“horeeeeeeeee”
serentak suara kerumunan itu bersorak. Ku lihat wajah Andi merona bahagia,
tawanya yang sedikit tertahan, dia menatapku, aku menatapnya tersenyum.