Sabtu, 15 Agustus 2015

RPP AL-QUR'AN HADIST KELAS IV (MICRO TEACHING)



RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)

Sekolah                       : MI Tahassus Al-Qur’an
Mata Pelajaran            : Al-Qur’an Hadits
Kelas/Semester            : IV/1
Alokasi Waktu            : 1x 15 menit

A.  Kompetensi Inti
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain.

B.  Kompetensi Dasar
3.3 Memahami hukum bacaan idgham bigunnah, idgham bilagunnah, dan iqlab

C.  Indikator
3.3.1 Menjelaskan hukum bacaan idgham bigunnah, idgham bilagunnah, dan iqlab
3.3.2 Menyebutkan contoh hukum bacaan idgham bigunnah, idgham bilagunnah, dan iqlab

D.  Tujuan Pembelajaran
1.    Dengan bimbingan guru, siswa mampu menjelaskan hukum bacaan idgham bigunnah, idgham bilagunnah, dan iqlab dengan benar.
2.    Dengan bimbingan guru, siswa mampu menyebutkan contoh hukum bacaan idgham bigunnah, idgham bilagunnah, dan iqlab dalam potongan ayat Al-Qur’an.

E.   Materi Pembelajaran
1.        Idgham Bigunnah
Idgham Bighunnah adalah hukum tajwid yang berlaku apabila Nun Sukun ( نْ ) atau  tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) bertemu dengan huruf Mim, Nun, Waw, Ya ( ي ـ و ـ ن ـ م ), secara terpisah atau tidak dalam satu kata/kalimat. 
Cara membaca Idgham Bighunnah adalah dengan meleburkan نْ atau  ــًــ, ــٍــ, ــٌــ  menjadi suara huruf di depannya ي ـ و ـ ن ـ م, atau keempat huruf tersebut seolah diberi tanda tasydid, diiring dengan menggunakan suara dengung 1 Alif – 1 1/2 Alif atau sekitar 2 – 3 harakat.

2.        Idgham Bilaghunnah
Idgham bilagunnah adalah hukum tajwid yang berlaku apabila Nun Sukun ( نْ) atau  tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) bertemu dengan huruf lam ( ل ) atau Ro ( ر ), tanpa menggunakan suara dengung.
Cara membacanya adalah dengan meleburkan نْ atau  ــًــ, ــٍــ, ــٌــ menjadi suara huruf ل atau ر, atau lafaz kedua huruf tersebut seolah diberi tanda tasydid,  tanpa dikuti suara dengung (ghunnah).

3.        Iqlab
Iqlab adalah salah satu hukum tajwid yang berlaku apabila huruf Nun Sukun ( نْ ) atau  tanwin ( ــًــ, ــٍــ, ــٌــ ) bertemu dengan huruf Ba ( ب ) . Menurut bahasa, Iqlab artinya mengubah atau menggantikan sesuatu dari bentuknya.
Cara membacanya adalah dengan menggantikan huruf  نْ atau  ــًــ, ــٍــ, ــٌــ menjadi suara huruf  mim sukun  (  مْ ) sehingga pada saat akan bertemu dengan huruf ب bibir atas dan bawah dalam posisi tertutup, diiringi dengan suara dengung sekitar 2 harakat.

F.   Pendekatan dan Metode
1.      Pendekatan : CTL (Contectual Teaching and Learning)
2.      Metode : explisit intructions (pengajaran langsung), diskusi

G.  Proses Pembelajaran
Kegiatan
Deskripsi Kegiatan
Alokasi Waktu
Pendahuluan
·         Guru mengucapkan salam dan menyapa siswa.
·         Guru mengajak siswa berdoa sebelum belajar.
·         Melakukan komunikasi tentang kehadiran siswa.
·         Guru melakukan apersepsi dengan mengajak siswa melafalkan surat Al-Lahab. Guru bertanya ada bacaan apa pada penggalan ayat pertama.
·         Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

3 menit
Kegiatan Inti
Eksplorasi
·         Siswa memperhatikan penjelasan guru tentang pengertian idgham bigunnah, idgham bilagunnah, dan iqlab.
·         Siswa memahami materi pembelajaran melalui contoh bacaan di dalam slide.
·         Guru membimbing siswa untuk membaca contoh bacaan idgham bigunnah, idgham bilagunnah, dan iqlab.
·         Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya.

Elaborasi
·      Guru mengajak siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran melalui kegiatan diskusi
·      Guru menjelaskan ketentuan diskusi (setiap kelompok terdiri dari 2 baris bangku)
·      Guru membagikan kertas berisi contoh bacaan yang sudah disediakan secara acak kepada siswa
·      Guru memberi waktu pada siswa untuk menuliskan jawaban.

Konfirmasi
·      Guru meminta delegasi kelompok untuk maju ke depan membaca hasil diskusi.
·      Guru bersama siswa mengoreksi jawaban siswa yang maju
·      Guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalahpemahaman, memberi penguatan dan penyimpulan terhadap hasil diskusi kelompok.

10 menit
Penutup
·         Guru memberikan evaluasi terhadap pembelajaran yang telah dillakukan.
·         Guru memberikan penghargaan kepada seluruh siswa atas partisipasi aktifnya dalam belajar dengan mengajak bertepuk tangan bersama.
·         Guru memberi tugas untuk mencari materi tentang bacaan mim sukun.
·         Guru menutup pembelajaran dengan mengajak siswa membaca hamdalah bersama-sama.
·         Guru mengingatkan peserta didik untuk selalu belajar.
·         Guru mengucapkan salam penutup.

2        Menit

H.  Media dan Sumber Pembelajaran
1.      Media               : slide, LCD, kertas
2.      Sumber belajar  : Buku Paket Alqur’an Hadits Kelas 4, ayat Al-qur’an, buku tajwid

I.     Penilaian
Indikator pencapaian kompetensi
Penilaian
Teknik
Bentuk Instrumen
Contoh Instrumen
1.    Menjelaskan hukum bacaan idgham bigunnah, idgham bilagunnah, dan iqlab
Tes tulis
Pilian Ganda









Uraian
1.  apabila Nun Sukun atau  tanwin bertemu dengan huruf  ya’, nun, mim, wawu disebut hukum bacaan....
a.       Idgham bigunnah
b.      Idgham bilagunnah
c.       Iqlab
d.      Ikfa’ haqiqi

2.  Jelaskan apa yang kamu ketahui tentang iqgham bilagunnah?
3. Bagaimana cara membaca hukum bacaan iqlab?

2.    Menentukan persamaan dan perbedaan dari beberapa benda.
Tes tulis
Uraian
1. termasuk hukum bacaan....
Karena.....


Mengetahui,                                                                               Guru Kelas I,
Kepala Madrasah




.......................................                                                            Dina Fitriyani, S. Pd. I

Senin, 22 Juni 2015

Tradisi Dundum Kantong bagi Pernikahan Anak Bungsu di Desa Gembong Kabupaten Pati



Tradisi Dundum Kantong bagi Pernikahan Anak Bungsu di Desa Gembong Kabupaten Pati 
LAPORAN MINI RISET
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu: M. Rikza Chamami, M. SI




Disusun Oleh:
1.      Dina Fitriyani                      (123911042)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS  ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015

       I.            Pendahuluan
Seiring perkembangan zaman, tradisi dan kebudayaan di suatu daerah semakin memudar dan terkikis oleh  budaya baru dari luar. Budaya baru yang terkesan lebih modern membuat tradisi disuatu daerah terkesan ketinggalan zaman. Selain itu, bertambahnya pengetahuan manusia membuat pandangan bahwa sebagian dari tradisi merupakan perbuatan yang menyimpang dan harus dihilangkan.
Kebudayaan Jawa merupakan kebudayaan yang terepresentasi dalam bentuk tradisi, baik tradisi yang berupa hiburan, spiritual, berbau mistik, ataupun kolaborasi dari ketiganya. Pada masyarakat Jawa, umumnya terdapat pula tradisi-tradisi yang sering dilakukan. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari pera kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Jawa itu sendiri. Kepercayaan atau ritual yang dilakukan oleh orang Jawa disebut sebagai “Kejawen”. Ajaran kejawen merupakan keyakinan dan ritual campuran dari agama-agama formal dengan pemujaan terhadap kekuatan alam.[1]
Setelah Islam datang, proses Islamisasi dilakukan dengan cara mengalkuturasi budaya lokal dengan budaya Islam. Islam tidak menghapus keseluruhan adat istiadat dan tradisi lokal masyarakat, namun hanya memasukkan nilai-nilai Islam di dalamnya. Sehingga, dalam kebudayaan jawa terjadi kebudayaan Islam Kejawen atau Jawa yang keislaman. Tradisi-tradisi tersebut berkaitan dengan lingkungan hidup manusia sejak dari keberadaannya dari perut ibu, lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa sampai dengan kematiannya.
Dalam sebuah tradisi dan kebudayaan, suatu ritual atau upacara  memegang peran penting dalam rangkaian acara. Upacara atau ritual tersebut menggambarkan prosesi tradisi atau kebudayaan sedang berlangsung. Dalam upacara pernikahan Jawa, ada suatu prosesi yang disebut tumplak punjen, yaitu sebuah acara yang dilakukan pada saat pernikahan anak terakhir, yaitu apabila orangtua telah menikahkan  semua anaknya.
Di sebuah desa di kecamatan Gembong Kabupaten Pati, saya pernah mengikuti ritual tumplak punjen ketika adik dari ibu saya menikah. Namun di daerah tersebut, ritual tumplak punjen dikenal dengan sebutan dundum kantong.
Dari latar belakang di atas, penulis membuat rumusan masalah “Bagaimana pelaksanaan tradisi dundum kantong sebagai acara pungkasan pada pernikahan anak bungsu di desa Gembong Kabupaten Pati?”

    II.            Landasan Teori
Pernikahan adalah suatu rangkaian upacara yang dilakukan sepasang kekasih untuk menghalalkan  semua perbuatan yang berhubungan dengan kehidupan suami istri guna meneruskan garis keturunan.
Tradisi dundum kantong atau yang lebih di kenal dengan Tumplak Punjen merupakan acara yang dilakukan ketika ada anak perempuan bungsu (anak terakhir / paling kecil) melangsungkan pernikahan. Secara istilah, Tumplak artinya tumpah (keluar semua), punjen artinya dipanggul, yang dipanggul adalah tanggung jawab, yakni tanggung jawab orang tua terhadap anak. Tumplak punjen artinya melepaskan tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya. Sedangkan dundum berarti membagikan dan kantong merupkan sebuah tempat untuk menyimpan harta. Jadi, dundum kantong adalah membagikan harta orang tua kepada anaknya sebagai bekal masa depan.
Ritual  dundum kantong mengandung makna rasa syukur dan bahagia orang tua mempelai karena telah berhasil menikahkan semua anaknya, serta dapat memberikan kekayaan yang dimiliki kepada semua anak sebagai bekal penghidupan keuarganya. Upacara dundum kantong mempunyai tujuan agar setiap keluarga diberi kemudahan dan hartanya bisa terkumpul ketika mencari rizki.
Yang perlu dipersiapkan dalam pelaksanaan dundum kantong adalah dekeman, baskom berisi air, bunga tujuh rupa, dan uang koin nominal 100-1000 rupiah. Dekeman adalah makanan berupa ayam kampung yang dimasak utuh dan diberi bumbu opor. Dalam penyajiannya diberi pupukan (imbuhan) sebagai pelengkap, berupa mie goreng, sambal kering tempe, tumis kacang, dan lalapan (kacang panjang dan mentimun atau terong).

 III.            Kondisi Lapangan
Desa Gembong adalah salah satu desa di Kecamatan Gembong Kabupaten Pati yang merupakan salah satu daerah yang letaknya di lereng Gunung Muria dan juga termasuk dalam jalur alternatif Kudus-Surabaya. Desa tersebut selalu dilewati oleh kendaraan yang mengangkut rombongan peziarah ke Sunan Muria dari arah Timur, dan dari Muria ke arah Timur.
Mata pencaharian masyarakat Gembong adalah bertani dan berdagang. Jenis pertanian yang dilakukan diantaranya bertani padi, jagung, ketela pohon, kacang, tebu, dan bermacam rempah-rempah. Sedangkan pusat perekonomian masyarakat Gembong terletak di Pasar Gembong. Pasar tesebut merupakan pasar utama di kecamatan Gembong.
Masyarakat desa Gembong masih menghormati budaya, meskipun pada budaya tersebut sudah diakulturasikan dengan tradisi keislaman. Contohnya, pada saat perayaan sedekah bumi, selalu diadakan ritual berziarah ke kuburan para leluhur, menanggap wayang ataupun ketoprak (wayang manusia) dengan disertai sesaji dan melakukan selametan.
Selain itu, pada sebuah pernikahan pun banyak ritual yang dilakukan sesuai dengan adat Jawa masa dulu, seperti kepercayaan mencocokkan pasaran hari lahir calon pengantin, menentukan hari pernikahan sesuai pasaran, nyekar ke kuburan leluhur, lamaran, pingitan, memasang tratak/tarub, midodareni, dan berbagai ritual saat dan sesudah acara pernikahan dilakukan.
Salah satu acara khusus yang dilakukan pada saat pernikahan yaitu tradisi dundum kantong atau tumplak punjen.
 IV.            Analisis Lapangan
Di desa Gembong, acara dundum kantong dilakukan pada akhir prosesi pernikahan anak perempuan terakhir. Setelah penutupan pesta pernikahan atau resepsi, para tamu undangan memberi selamat kepada kedua mempelai dan keluarga kemudian pulang. Dan setelah itulah acara dundum kantong dilakukan.
 Runtutan acaranya pada acara dundum kantong yaitu pertama-tama salah satu anak menyampaikan pidato dan berdoa, setelah itu semua anak dan mantu (menantu) sungkem pada kedua orang tua, dimulai dari anak mbarep (sulung / anak pertama) sampai anak ruju (bungsu/ anak terakhir). Setiap setelah satu pasang keluarga selesai bersungkem, orang tua memberikan panci kepada keluarga anaknya, sebagai tanda pemberian harta orang tua kepada keluarga anaknya.
Setelah acara sungkeman, semua anak dan menantu tersebut berputar mengelilingi dekeman dan baskom berisi air, bunga tujuh rupa dan uang koin. Setelah itu, ketika ada aba-aba dari pembawa acara, setiap orang (anak dan menantu) berebut dekeman dan uang receh yang ada di dalam baskom berisi air. Mereka percaya bahwa  banyak / sedikitnya uang yang didapat menunjukkan besar / kecilnya rizki yang akan mereka dapat di masa depan bagi keluarga tersebut.
Setelah menghitung uang yang didapat, uang ditaruh di dalam kantong (tempat penyimpanan harta dari kain) agar rizki yang sudah terkumpul bisa dibuat bekal untuk masa depan keluarga. Kemudian dilaksananakn doa penutup. Setelah itu, sebagai acara puncak, orang tua bersama anak dan cucu makan bersama-sama dekeman yang disediakan sebagai tanda kebersamaan dan kerukunan.

    V.            Kesimpulan
Tradisi dundum kantong atau yang lebih dikenal dengan tumplak punjen merupakan sebuah tradisi yang dilakukan pada pernikahan anak bungsu (anak terakhir) di adat jawa. Ritual  tersebut mengandung makna rasa syukur dan bahagia orang tua mempelai karena telah berhasil menikahkan semua anaknya. Di desa Gembong Kecamatan Gembong Kabupaten Pati, acara dundum kantong dilakukan pada saat pernikahan anak perempuan terakhir, yangmana acara tersebut dilakukan setelah rentetan acara pernikahan berakhir, atau setelah para tamu undangan telah berpamitan dan memberi selamat kepada kedua mempelai pengantin.
Tujuan diadakan ritual tersebut adalah sebagai ungkapan rasa syukur orang tua kepada Allah karena telah mampu menyelesaikan tugasnya untuk merawat dan menjaga anaknya sampai ke jenjang pernikahan. Selain itu, dengan diadakan ritual dundum kantong, diharapkan rizki yang di dapat oleh anak cucunya bisa menjadi bekal hidup selanjutnya.


[1] M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, (yogyakarta: Gama Media, 2000), hlm. 86