Tradisi Dundum Kantong bagi Pernikahan Anak Bungsu di Desa Gembong
Kabupaten Pati
LAPORAN MINI RISET
Disusun guna memenuhi tugas
Mata kuliah: Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu: M. Rikza
Chamami, M. SI
Disusun Oleh:
1.
Dina Fitriyani (123911042)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.
Pendahuluan
Seiring
perkembangan zaman, tradisi dan kebudayaan di suatu daerah semakin memudar dan
terkikis oleh budaya baru dari luar.
Budaya baru yang terkesan lebih modern membuat tradisi disuatu daerah terkesan
ketinggalan zaman. Selain itu, bertambahnya pengetahuan manusia membuat
pandangan bahwa sebagian dari tradisi merupakan perbuatan yang menyimpang dan
harus dihilangkan.
Kebudayaan
Jawa merupakan kebudayaan yang terepresentasi dalam bentuk tradisi, baik
tradisi yang berupa hiburan, spiritual, berbau mistik, ataupun kolaborasi dari
ketiganya. Pada masyarakat Jawa, umumnya terdapat pula tradisi-tradisi yang
sering dilakukan. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari pera kepercayaan
yang dianut oleh masyarakat Jawa itu sendiri. Kepercayaan atau ritual yang
dilakukan oleh orang Jawa disebut sebagai “Kejawen”. Ajaran kejawen
merupakan keyakinan dan ritual campuran dari agama-agama formal dengan pemujaan
terhadap kekuatan alam.[1]
Setelah Islam datang, proses Islamisasi dilakukan dengan cara
mengalkuturasi budaya lokal dengan budaya Islam. Islam tidak menghapus keseluruhan
adat istiadat dan tradisi lokal masyarakat, namun hanya memasukkan nilai-nilai
Islam di dalamnya. Sehingga, dalam kebudayaan jawa terjadi kebudayaan Islam
Kejawen atau Jawa yang keislaman. Tradisi-tradisi tersebut berkaitan dengan
lingkungan hidup manusia sejak dari keberadaannya dari perut ibu, lahir,
kanak-kanak, remaja, dewasa sampai dengan kematiannya.
Dalam sebuah tradisi dan kebudayaan, suatu ritual atau upacara memegang peran penting dalam rangkaian acara.
Upacara atau ritual tersebut menggambarkan prosesi tradisi atau kebudayaan
sedang berlangsung. Dalam upacara pernikahan Jawa, ada suatu prosesi yang
disebut tumplak punjen, yaitu sebuah acara yang dilakukan pada saat
pernikahan anak terakhir, yaitu apabila orangtua telah menikahkan semua anaknya.
Di sebuah desa di kecamatan Gembong Kabupaten Pati, saya pernah
mengikuti ritual tumplak punjen ketika adik dari ibu saya menikah. Namun
di daerah tersebut, ritual tumplak punjen dikenal dengan sebutan dundum
kantong.
Dari latar belakang di atas, penulis membuat rumusan masalah “Bagaimana
pelaksanaan tradisi dundum kantong sebagai acara pungkasan pada
pernikahan anak bungsu di desa Gembong Kabupaten Pati?”
II.
Landasan Teori
Pernikahan
adalah suatu rangkaian upacara yang dilakukan sepasang kekasih untuk
menghalalkan semua perbuatan yang
berhubungan dengan kehidupan suami istri guna meneruskan garis keturunan.
Tradisi
dundum kantong atau yang lebih di kenal dengan Tumplak Punjen merupakan
acara yang dilakukan ketika ada anak perempuan bungsu (anak terakhir / paling
kecil) melangsungkan pernikahan. Secara istilah, Tumplak artinya tumpah
(keluar semua), punjen artinya dipanggul, yang dipanggul adalah tanggung
jawab, yakni tanggung jawab orang tua terhadap anak. Tumplak punjen
artinya melepaskan tanggung jawab orang tua terhadap anak-anaknya. Sedangkan dundum
berarti membagikan dan kantong merupkan sebuah tempat untuk menyimpan
harta. Jadi, dundum kantong adalah membagikan harta orang tua kepada
anaknya sebagai bekal masa depan.
Ritual dundum kantong mengandung makna rasa
syukur dan bahagia orang tua mempelai karena telah berhasil menikahkan semua
anaknya, serta dapat memberikan kekayaan yang dimiliki kepada semua anak
sebagai bekal penghidupan keuarganya. Upacara dundum kantong mempunyai tujuan
agar setiap keluarga diberi kemudahan dan hartanya bisa terkumpul ketika
mencari rizki.
Yang
perlu dipersiapkan dalam pelaksanaan dundum kantong adalah dekeman,
baskom berisi air, bunga tujuh rupa, dan uang koin nominal 100-1000 rupiah. Dekeman
adalah makanan berupa ayam kampung yang dimasak utuh dan diberi bumbu opor.
Dalam penyajiannya diberi pupukan (imbuhan) sebagai pelengkap, berupa
mie goreng, sambal kering tempe, tumis kacang, dan lalapan (kacang panjang dan
mentimun atau terong).
III.
Kondisi Lapangan
Desa
Gembong adalah salah satu desa di Kecamatan Gembong Kabupaten Pati yang
merupakan salah satu daerah yang letaknya di lereng Gunung Muria dan juga
termasuk dalam jalur alternatif Kudus-Surabaya. Desa tersebut selalu dilewati
oleh kendaraan yang mengangkut rombongan peziarah ke Sunan Muria dari arah
Timur, dan dari Muria ke arah Timur.
Mata
pencaharian masyarakat Gembong adalah bertani dan berdagang. Jenis pertanian
yang dilakukan diantaranya bertani padi, jagung, ketela pohon, kacang, tebu,
dan bermacam rempah-rempah. Sedangkan pusat perekonomian masyarakat Gembong
terletak di Pasar Gembong. Pasar tesebut merupakan pasar utama di kecamatan
Gembong.
Masyarakat
desa Gembong masih menghormati budaya, meskipun pada budaya tersebut sudah
diakulturasikan dengan tradisi keislaman. Contohnya, pada saat perayaan sedekah
bumi, selalu diadakan ritual berziarah ke kuburan para leluhur, menanggap
wayang ataupun ketoprak (wayang manusia) dengan disertai sesaji dan melakukan
selametan.
Selain
itu, pada sebuah pernikahan pun banyak ritual yang dilakukan sesuai dengan adat
Jawa masa dulu, seperti kepercayaan mencocokkan pasaran hari lahir calon pengantin,
menentukan hari pernikahan sesuai pasaran, nyekar ke kuburan leluhur, lamaran,
pingitan, memasang tratak/tarub, midodareni, dan berbagai ritual saat dan
sesudah acara pernikahan dilakukan.
Salah
satu acara khusus yang dilakukan pada saat pernikahan yaitu tradisi dundum
kantong atau tumplak punjen.
IV.
Analisis Lapangan
Di
desa Gembong, acara dundum kantong dilakukan pada akhir prosesi
pernikahan anak perempuan terakhir. Setelah penutupan pesta pernikahan atau
resepsi, para tamu undangan memberi selamat kepada kedua mempelai dan keluarga
kemudian pulang. Dan setelah itulah acara dundum kantong dilakukan.
Runtutan acaranya pada acara dundum kantong
yaitu pertama-tama salah satu anak menyampaikan pidato dan berdoa, setelah itu
semua anak dan mantu (menantu) sungkem pada kedua orang tua, dimulai
dari anak mbarep (sulung / anak pertama) sampai anak ruju
(bungsu/ anak terakhir). Setiap setelah satu pasang keluarga selesai bersungkem,
orang tua memberikan panci kepada keluarga anaknya, sebagai tanda pemberian
harta orang tua kepada keluarga anaknya.
Setelah
acara sungkeman, semua anak dan menantu tersebut berputar mengelilingi dekeman
dan baskom berisi air, bunga tujuh rupa dan uang koin. Setelah itu, ketika
ada aba-aba dari pembawa acara, setiap orang (anak dan menantu) berebut dekeman
dan uang receh yang ada di dalam baskom berisi air. Mereka percaya
bahwa banyak / sedikitnya uang yang
didapat menunjukkan besar / kecilnya rizki yang akan mereka dapat di masa depan
bagi keluarga tersebut.
Setelah
menghitung uang yang didapat, uang ditaruh di dalam kantong (tempat
penyimpanan harta dari kain) agar rizki yang sudah terkumpul bisa dibuat bekal
untuk masa depan keluarga. Kemudian dilaksananakn doa penutup. Setelah itu,
sebagai acara puncak, orang tua bersama anak dan cucu makan bersama-sama
dekeman yang disediakan sebagai tanda kebersamaan dan kerukunan.
V.
Kesimpulan
Tradisi dundum kantong atau yang lebih dikenal dengan tumplak
punjen merupakan sebuah tradisi yang dilakukan pada pernikahan anak bungsu
(anak terakhir) di adat jawa. Ritual tersebut
mengandung makna rasa syukur dan bahagia orang tua mempelai karena telah
berhasil menikahkan semua anaknya. Di desa Gembong Kecamatan Gembong Kabupaten
Pati, acara dundum kantong dilakukan pada saat pernikahan anak perempuan
terakhir, yangmana acara tersebut dilakukan setelah rentetan acara pernikahan
berakhir, atau setelah para tamu undangan telah berpamitan dan memberi selamat
kepada kedua mempelai pengantin.
Tujuan diadakan ritual tersebut adalah sebagai ungkapan rasa syukur
orang tua kepada Allah karena telah mampu menyelesaikan tugasnya untuk merawat
dan menjaga anaknya sampai ke jenjang pernikahan. Selain itu, dengan diadakan
ritual dundum kantong, diharapkan rizki yang di dapat oleh anak cucunya
bisa menjadi bekal hidup selanjutnya.