Selasa, 30 April 2013
Dalam Malam
ISLAM NORMATIF DAN HISTORIS
ISLAM NORMATIF DAN HISTORIS
MAKALAH
Disusn
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Sejarah Peradaban Islam
Dosen
pengampu: M. Rikza Chamami,
MSi

Disusun
oleh:
Dina Fitriyani (123911042)
Fuani Tikawati
Magfiroh (123911048)
Lisa Kamranti Retno (123911062)
Nadia Mahrinisa (123911072)
Novi Arifatul Mufidah (123911079)
FAKULTAS
TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Pendekatan dan pemahaman terhadap fenomena
keberagamaan yang bercorak normatif dan historis tidak selamanya akur dan
seirama. Hubungan antara keduanya sering kali diwarnai dengan tension, atau
ketegangan, baik yang bersifat kreatif maupun destruktif. Pendekatan yang
pertama, lantaran ia berangkat dari teks yang sudah tertulis dalam kitab suci
masing-masing agama sampai batas-batas tertentu adalah bercorak literalis,
tekstualis, atau skriptualis. Pendekatan dan pemahaman terhadap fenomena keberagamaan
corak ini tidak sepenuhnya menyetujui untuk tidak mengatakan menolak alternasi
pemahaman yang dikemukakan oleh pendekatan kedua.[1]
Disini penulis akan memaparkan tentang apa pengertian dari islam normatif dan
historis? Bagaimana pengelompokan ilam normatif dan historis? dan bagaimana
cara membangun universalitas dalam islam?
II.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Islam Normatif
Kata
normatif berasal dari bahasa Inggris norm
yang secara harfiah berarti norma, ajaran, aturan, hukum, ketentuan yang pasti.
Selanjutnya, kata normatif digunakan untuk memberikan sifat atau corak terhadap
ajaran Islam.[2]
Ajaran
yang bersifat normatif adalah ajaran yang bersumber dari agama-agama di dunia,
termasuk agama Islam yang merupakan ajaran yang dapat menyelamatkan manusia
dari keterpurukan hidup dan kesesatan.[3]
Studi islam yang bercorak normativitas merupakan
pendekatan yang berangkat dari teks yang telah tertulis dalam kitab suci, dan
sampai batas-batas tertentu ia bercorak literalis, tekstualis atau skriptualis.
Pendekatan dan pemahaman terhadap fenomena kebergamaan corak ini tidak
sepenuhnya menyetujui untuk tidak mengatakan menolak sama dengan alternatif
pemahaman yang dikemukakan oleh pendekatan historis. Corak keislaman yang
bersifat normatif ini dituduh oleh corak keislaman historis, sebagai pemahaman
keislaman yang cenderung mengapsolutkan teks yang telah tertulis, tanpa
berusaha memahami lebih dahulu apa yang sesungguhnya yang melatar belakangi
berbagai teks keagamaan yang ada. Pada era Skolastik, ilmu-ilmu teologi yang
dirancang dan dibangun semata-mata di atas kebenaran wahyu pernah disebut-sebut
sebagai “The Queen of Sciences”,
tetapi setelah berkembangnya berbagai macam pendekatan dan pemahaman yang
bercorak historis empiris terhadap fenomena keberagamaan manusia, ia tidak lagi
dapat mengeklaim demikian.
Dalam
praktiknya, Islam normativitas memiliki keyakinan dan klaim yang kuat bahwa Islam
sebagaimana yang terdapat dalam kitab suci adalah mutlak benar, ideal, unggul,
berlaku sepanjang zaman, tidak dapat dibantah. Berbagai ajaran yang terdapat di
dalam Al-Qur’an baik yang berkaitan dengan akidah, ibadah, akhlak, sejarah,
sosial, ekonomi, politik, budaya, dan lainnya pasti benar dan sangat ideal. Setiap
masalah yang muncul dalam berbagai bidang tersebut langsung dihadapkan kepada
Al-Qur’an. Terhadap pendekatan yang demikian itu semua slam pasti setuju.
Namun, corak Islam yang demikian itu kaya dengan ajaran, namun miskin dalam
praktik dan pengalaman. Corak Islam ini cenderung tidak mau menerima berbagai
pemikiran yang berasal dari hasil pemikiran atau praktik dalam sejarah. Islam
yang bercorak normatif ini pada akhirnya cenderung kaku, dan tidak relistis.
Islam yang bercorak normatif ini tidak mau peduli dengan kenyataan, bahwa untuk
dapat mengamalkan ajaran Islam dengan baik perlu pengalaman Islam dalam
sejarah. Selain itu, Islam normatif hanya mementingkan keunggulan ajaran yang
ada di dalam wahyu saja, sedangkan keadaan penganut Islam yang dalam kenyataan
teringgal dalam berbagai bidang kehidupan tampak tidak dipedulikan.
Islam
yang bercorak normativitas tersebut tentu saja sangat berguna dalam rangka
memelihara dan menjaga kemurnian ajaran Islam sebagaimana terdapat di dalam
Al-Qur’an dan Al-Sunnah, serta dalam rangka membangun keyakinan yang kuat bahwa
ajaran Islam yang terdapat di dalam wahyu Al-Qur’an itu tinggi, dan tidak ada
yang lebih dari padanya (al-islam ya’lu
wa laa yu’la alaih).[4]
B. Islam
Historis dan Kultural
Islam historis merupakan domain yang oleh Lakotos
disebut debgan “protective belt”,
yakni domain utama dari apa yang disebut sebuah ilmu, sistem pengetahuan yang
secara langsung dapat dinilai, di uji ulang, diteliti, dipertanyakan,
diformulasi ulang dan dibangun kembali.[5]
Dan hal itu akan berhasil bila dilakukan transparasi metodologi, teori dan
tradisi riset yang elat sangat teliti dibangun oleh para ilmuan yang bergerak
dibidang humaniora, sosial dan studi agama.[6]
Secara harfiah, kata historis berasal dari bahasa
Inggris, history, yang artinya
sejarah atau peristiwa yang terjadi di masa lalu. Adapun kata kultural juga
dari bahasa Inggris, cultural, yang
artinya kebudayaan. Islam historis dan kultural antara lain di perkenalkan oleh
M.Amin Abdullah dalam bukunya Studi Agama
Nomativitas dan Historitas. Islam historis dan kultural adalah Islam yang
ditelaah lewat berbagai sudut pendekatan keilmuan sosial keagamaan yang
bersifat multi- dan inter-disipliner, baik lewat pendekatan
historis, filosofis, psikologis, sosiologis, kultural, maupun antropologis.
Islam
historis dan kultural berbegang teguh kepada Al-Qur’an dan Al-Sunah serta
berbagai sumber ajaran islam lainnya. Namun dalam waktu bersamaan ia juga
menghargai warisan sejarah dan budaya islam di masa lalu untuk selanjutnya
digunakan guna memahami ajaran agama. Dengan Islam historis dam kultural ini,
maka Islam tidak hanya diyakini sebagai sebuah ajaran atau norma yang unggul
dan pasti benar saja, melainkan juga diupayakan agar keunggulan dan kebenaran
tersebut menjadi sesuatu yang dapat berperan dalam sejarah dan kebudayaan.
Dengan kata lain, Islam historis dan
kultural adalah Islam yang membumi atau Islam yang dipahami, dihayati dan
diamalkan oleh masyarakat, yang didalamnya sudah masuk berbagai unsur atau pengaruh
yang bukan berasal dari Islam. Dengan demikian, dalam praktiknya Islam historis
dan kultural ini bias berbeda dengan Islam normatif sebagaimana tedapat di
dalam Al-Qur’an dan Al-Sunah. Dalam Islam
historis dan kultural tersebut, adanya perbedaan dalam penghayatan dan
pengamalan ajaran Islam harus dihargai sebagai hasil kreativitas dan inovasi
manusia dalam rangka memahami pesan ajaran Islam. Namun demikian, perbedaan
yang dapat ditoleransi tersebut sebatas perbedaan yang bukan wilayah yang
prinsip seperti akidah, ibadah, dan akhlak. Perbedaan tersebut hanya pada
wilayah teknis dan ijtihadiyah. Missal, ajaran Islam tentang wajib menutup
aurat yang dapat diterjemahkan dalam sejarah dan budaya dalam bentuk
keanekaragamaan busana muslim yang menutup aurat.
Kehadiran
Islam historis dan kultural ini diperlukan untuk menyadarkan umat Islam tentang
perlunya menghargai warisan sejarah dan budaya masa lalu, dan menggunakannya
sebagai bahan inspirasi untuk membangun sejarah dan budaya masa depan yang
lebih gemilang. Melalui Islam historis dan kultural ini, memungkinkan Islam
dapat beradaptasi, berkolaburasi dan diterima oleh keragaman sejarah dan budaya
masyarakat. Dengan demikian Islam akan terasa lebih dekat, fleksibel,
akomodatif, dan ramah dengan lingkungan sosial budaya.[7]
C. Pengelompokan
Islam Normatif dan Historis
Ketika
melakukan studi atau penelitian Islam, perlu lebih dahulu ada kejelasan Islam
mana yang diteliti; Islam pada level mana. Maka penyebutan Islam normatif dan
Islam historis adalah salah satu dari penyebutan level tersebut. Istilah yang
hampir sama dengan Islam Normatif dan Islam Historis adalah Islam sebagai wahyu
dan Islam sebagai produk sejarah.[8]
Sebagai wahyu, Islam didefinisikan sebagai wahyu ilahi yang diwahyukan kepada
nabi Muhammad SAW. untuk kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan
Islam Historis atau Islam sebagai produk sejarah adalah Islam yang dipahami dan
Islam yang dipraktekkan kaum muslim di seluruh penjuru dunia, mulai dari masa
nabi Muhammad SAW sampai sekarang.
Pengelompokkan
Islam normatif dan Islam historis menurut Nasr Hamid Abu Zaid mengelompokkan
menjadi tiga wilayah (domain).[9]
Ø Pertama,
wilayah teks asli Islam (the original text of Islam), yaitu Al-qur’an dan
sunnah nabi Muhammad yang otentik.
Ø Kedua,
pemikiran Islam merupakan ragam menafsirkan terhadap teks asli Islam (Al-qur’an
dan sunnah nabi Muhammad SAW). Dapat pula disebut hasil ijtihad terhadap teks
asli Islam,seperti tafsir dan fikih. Secara rasional ijtihad dibenarkan, sebab
ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah itu tidak semua
terinci, bahkan sebagian masih bersifat global yang membutuhkan penjabaran
lebih lanjut. Di samping permasalahan kehidupan selalu berkembang terus,
sedangkan secara tegas permasalahan yang timbul itu belum/tidak disinggung.
Karena itulah diperbolehkan berijtihad, meski masih harus tetap bersandar
kepada kedua sumber utamanya dan sejauh dapat memenuhi persyaratan. Dalam
kelompok ini dapat di temukan empat pokok cabang : (1) hukum/fikih,(2)
teologi,(3) filsafat, (4) tasawuf. Hasil ijtihad dalam bidang hukum muncul
dalam bentuk : (1) fikih, (2) fatwa, (3) yurisprudensi (kumpulan putusan
hakim), (4) kodikfikkasi/unifikasi, yang muncul dalam bentuk Undang-Undang dan
komplikasi.
Ø Ketiga,
praktek yang dilakukan kaum muslim. Praktek ini muncul dalam berbagai macam dan
bentuk sesuai dengan latar belakang sosial (konteks). Contohnya : praktek
sholat muslim di Pakistan yang tidak meletakkan tangan di dada. Contohnya
lainnya praktek duduk miring ketika tahiyat akhir bagi muslim Indonesia,
sementara muslim di tempat/ negara lain tidak melakukannya.
Sementara Abdullah Saeed menyebut tiga tingkatan
pula, tetapi dengan formulasi yang berbeda sebagai berikut :
Ø Tingkatan pertama,
adalah nilai pokok/dasar/asas, kepercayaan, ideal dan institusi-institusi.
Ø Tingkatan kedua
adalah penafsiran terhadap nilai dasar tersebut, agar nilai-nilai dasar
tersebut dapat dilaksanakan/dipraktekkan.
Ø Tingkatan ketiga
manifestasi atau pratek berdasarkan pada nilai-nilai dasar tersebut yang
berbeda antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara satu wilayah
dengan wilayah lain. Perbedaan tejadi karena perbedaan penafsiran dan perbedaan
konteks dan budaya.
Pada
level teks, sebagaimana telah ditulis sebelumnya, Islam didefinisikan sebagai
wahyu. Pada dataran ini, Islam identik dengan nash wahyu atau teks yang ada
dalam al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad. Pada masa pewahyuannya memakan waktu
kurang lebih 23 tahun.
Pada
teks ini Islam adalah nash yang menurut hemat penulis, sesuai dengan pendapat
sejumlah ilmuwan (ulama) dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:
1. Nash prinsip atau
normatif-universal, dan
2. Nash praktis-temporal
Nash
kelompok pertama, nash prinsip atau normatif-universal, merupakan
prinsip-prinsip yang dalam aplikasinya sebagian telah diformatkan dalam bentuk
nash praktis di masa pewahyuan ketika nabi masih hidup.
Adapun
nash praktis-temporal, sebagian ilmuwan menyebutnya nash konstektual, adalah
nash yang turun (diwahyukan) untuk menjawab secara langsung (respon) terhadap
persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat muslim Arab ketika pewahyuan. Pada
kelompok ini pula Islam dapat menjadi fenomena sosial atau Islam aplikatif atau
Islam praktis.
Dengan
penjelasan di atas tadi dapat ditegaskan, syari’ah sebagai the original text mempunyai karakter mutlak dan absolut, tidak
berubah-ubah. Sementara fiqh sebagai hasil pemahaman terhadap the original text
mempunyai sifat nisbi/relatif/zanni, dapat berubah sesuai dengan perubahan
konteks; konteks zaman; konteks sosial; konteks tempat dan konteks lain-lain.
Sementara
dengan menggunakan teori Islam pada level teori dan Islam pada level praktek
dapat dijelaskan demikian. Untuk menjelaskan posisi syari’at pada level praktek
perlu dianalogkan dengan posisi nash, baik al-Qur’an maupun sunnah nabi Muhammad
SAW. Dapat disebutkan bahwa pada prinsipnya nash tersebut merupakan respon
terhadap masalah yang dihadapi masyarakat arab di masa pewahyuan. Kira-kira
demikianlah posisi Islam yang kita formatkan sekarang untuk merespon persoalan
yang kita hadapi kini dan di sini. Perbedaan antara nash dan format yang kita
rumuskan adalah, bahwa nash diwahyukan pada nabi Muhammad, sementara format
yang kita rumuskan sekarang adalah format yang dilandaskan pada nash tersebut.
Hal ini harus kita lakukan, sebab persoalan selalu berkembang dan berjalan
maju, sementara wahyu sudah berhenti dengan meninggalnya nabi Muhammad SAW.
D. Membangun
Universalisme Islam
Sebelum
membahas lebih dalam tentang Universalisme islam, akan lebih baik jika kita
mengetahui apa makna dari Universalisme Islam itu sendiri. Universalisme
berasal dari kata universal yang
berarti “umum (berlaku untuk semua orang atau untuk seluruh dunia); bersifat
(melingkupi) seluruh dunia”[10]
dan isme yang berarti aliran atau
faham. Jadi, secara garis besar, universalisme
berarti aliran yang bersifat umum atau menyeluruh.
Universalisme
islam atau dengan kata lain bisa disebut dengan Islam Kaffah adalah Islam
secara menyeluruh, dengan seluruh aspeknya, seluruh sisinya, yang terkait
urusan iman, atau terkait dangan dengan akhlak, atau terkait dengan ibadah,
atau terkait dangan mu’amalah, atau terkait dangan urusan pribadi, rumah
tangga, masyarakat, negara, dan yang lainnya yang sudah diatur dalam Islam.[11]
Islam bukan hanya mengatur hubungan manusia dengan
Tuhan melalui ibadah ritual, seperti shalat, puasa dan haji, melainkan mengatur
pula hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan jagat raya.
Islam bukan hanya membicarakan satu aspek saja, melainkan membicarakan berbagai
aspek, yakni aspek teologi, filsafat, tasawuf, sejarah, hukum Islam, dan lain
sebagainya.
Islam adalah
agama pamungkas yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Dalam menyiarkan Islam,
Rasulullah SAW dibekali Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat norma dan nilai
global yang mengatur kehidupan manusia. Karenanya, Al-Qur’an akan selalu
relevan, sampai kapanpun dan dimanapun.[12] Saat
ini Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW usianya sudah lima belas abad.
Selama kurun waktu yang sedemikian itu, Islam dalam arti yang normative dan
orisinal dari allah SWT sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an dan dari Nabi
Muhammad SAW sebagaimana dalam haditsnya tidak mengalami perubahan, penambahan,
pengurangan, atau penggantian itu tidak boleh dilakukan, dan jika manusia
mencoba melakukannya, terutama terhadap Al-Qur’an akan segera dapat diketahui,
karena lafadz Al-Qur’an bersifat mu’jizat yang dipelihara oleh Allah SWT. Namun
demikian, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan terhadap Al-Qur’an dan
Al-Sunah yang terjadi di masyarakat selalu mengalami dinamika yang biasa ia tak
ubahnya seperti pohon yang tumbuh mulai dari tunas, kemudian batang, dahan,
ranting, daun, bunga, dan buah. Islam sebagaimana terdapat dalam masyarakat
yang di ibaratkan pohon itu keadaannya sangat beragam antara yang diyakini,
dipahami, dihayati dan diamalkan oleh suatu kelompok, dengan yang diyakini,
dipahami, dihayati dan diamalkan oleh kelompok lain.
Sepanjang yang
diamati, dibaca, ditelaah, dan didalami dari berbagai literatur yang tersedia,
Islam yang berada didataran empiris saat ini telah mengambil corak yang sangat
beragam. Misalnya ada islam yang becorak normatif, ideologis, politis,
formalitis, dokmatis, esklusif, tekstualis, radikal, fundamental, theocentris,
dan tradisonal, dan ada pula Islam yang becorak historis, filosofis, subtantif,
kultural, moderat, humanis, transformatif, dinamis, rasional, inklusif, modern,
dan lain sebagainya. Keadaan islam yang beragam ini dari satu segi dapat
menimbulkan kekayaan dan kemudahan, namun dapat pula menimbulkan sumber konflik
dan perpecahan. Yang diinginkan ialah agar islam yang beragam ini tidak menjadi
sumber konflik, melainkan membawa keberuntungan dan rahmat bagi seluruh
penganutnya dan orang di luar islam, sesuai dengan misi islam yakni menjadi
rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil
‘alamin).
v Corak
Pemikiran Islam
1. Islam
normatif
Seperti
pengertian diatas Islam normatif yaitu al-islam
wahyun ilahiyun unzila ila nabiyyi Muhammadin sallallahu ‘alaihi wasallama
lisa’adati al-dunya wa al-akhirah (islam adalah wahyu yang diturunkan
kepada nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat).
2. Islam
Ideologis
Islam merupakan
sebuah ideologi atataau cita-cita yang harus diperjuangkan menjadi dasar atau
falsafah hidup sebuah bangsa yang selanjutnya mempengaruhi berbagai keputusan
dalam berbagai bidang kehidupan.
3. Islam
Politis
Islam
politis merupakan pandangan bahwa islam merupakan suatu agama yang serba
lengkap. Didalamnya terdapat pula antara lain system ketata negaraan atau
politik; oleh karena itu dalam bernegara umat islam hendaknya kembali kepada
system ketata negaraan islam, dan tidak perlu bahkan jangan meniru system
ketata negaraan barat. Sistem ketata negaraan atau politik islam yang harus
diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Besar Muhammad dan
oleh empat al-khulafa al-rasyidin.
4. Islam
Formalitis
Islam ini
menginginkan bahwa peran, fungsi dan hubungan islam dengan berbagai masalah,
terutama dengan masalah kenegaraan tidak hanya bersifat subtantif atau jiwanya,
melainkan benar-benar raga, symbol, label atau nama juga.
5. Islam
Dogmatis
Didalam islam,
ajaran yang bersifat dogmatif adalah ajaran yang bersifat qoth'i al-dalalah
(sudah jelas dan pasti dalilnya), yang tidak memberikan peluang bagi akal untuk
mencari-cari alasan guna mempertanyakan ajaran tersebut.
6. Islam
Eksklusif
Dalam pandangan
eksklusif ini, bahwa agama selain islam adalah agama yang sesat, tidak akan
diterima Tuhan dan akan mendatangkan kerugian di akhirat.
7. Islam
Tekstualis-literalis
Lahirnya faham
tekstualis-literalis ini terjadi sebagai akibat dari tidak percayanya manusia
pada kemampuan akal dan ijtihad manusia. Yang pasti benar adlah Al-Qur’an.
8. Islam
Radikal
Dalam pengertian
umum yang digunakan, Islam radikal sering diartikan sebagai islam yang keras,
tidak mau kompromi, temperamental, ngotot, cenderung memaksakan kehendak, dan
ingin selalu menang walaupun harus menggunakan segala cara.
9. Islam
Fundamentalis
Secara harfiyah,
islam fundamentalis adalah islam yang percaya, mengamalkan dan berpegang teguh
pada ajaran-ajaran pokok dalam islam, seperti rukun iman dan rukun islam yang
lima.
10. Islam
Tradisinalis
Islam ini
difahami sebagai kelompok umat islam yang tidak hanya berpegang teguh kepada
Al-Qur’an dan Al-Sunah, melainkan juga kepada produk-produk pemikiran (hasil
ijtihad) para ulama yang dianggap unggul dan kukuh dalam berbagai bidang
keilmuan, seperti fiqih, tafsir, ilmu kalam, tasawuf, dan sebagainya.
11. Islam
Historis dan Kultural
Islam yang
membumi atau islam yang dipahami, dihayati dan diamalkan oleh masyarakat, yang
didalamnya sudah masuk didalam unsur atau pengaruh yang bukan berasal dari
islam.
12. Islam
Rasional dan Intelektual
Islam rasional
disebut juga islam intelektual yang didalamnya banyak menggunakan pemikiran
teologi, filsafat, dan ma’rifat. Islam rasional dan intelektual diperlukan
dalam rangka mengingatkan umat islam agar memanfaatkan akal pikiran sebagai
anugrah Allah SWT yang paling berharga.
13. Islam
Subtantif
Islam ini
tampaknya mengandung misi untuk membangkitkan kesadaran dan keberanian umat
islam untuk mewujudkan islam agar menjadi sebuah pandangan hidup yang
benar-benar diamalkan, sehingga misi islam menjadi rahmat bagi seluruh alam
dapat diwujudkan.
14. Islam
Moderat
Secara harfiyah
islam moderat berarti islam yang lunak, cukupan, dan sedang. Melalui islam
moderat ini, umat islam diharapkan dapat bersinergi dengan berbagai komponen
bangsa tanpa harus kehilangan identitasnya sebagai muslim, serta dapat meredam
berbagai sikap ekstrem yang justru sering merugikan umat islam sendiri.
15. Islam
Humanis
Islam humanis
ingin mengintegrasikan nila-nilai kemanusiaan: kasih saying, rasa cinta,
persaudaraan, pedamaian, keharmonisan, toleransi, kemanusiaan dan keselamatan
bersama diterapkan dalam beberapa aspek kehidupan, yakni dalam kegiyatan
politik pemeritahan, hukum, pelestarian lingkungan, kegiyatan bisnis, sosial
kemasyarakatan dan hubungan anta umat beragama.
16. Islam
Transformatif
Secara harfiyah,
islam transformatif adalah islam yang memiliki komitmen dan kesungguhan untuk
melakukan perubahan dalam berbagai bidang kehidupan (non akidah, ibadah, dan
akhlak) untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman.
17. Islam
Nusantara
Melalui islam
nusantara ini, umat islam ingin diperkenakan dan sekaligus disadarkan bahwa apa
yang terjadi di nusantara ini tidak lepas dari pengaruh interaksi dan
komunikasi yang intens antara umat islam di Indonesia dengan berbagai
masyarakat di dunia.
18. Islam
Dinamis
Dengan adanya
islam dinamis diharapkan dapat membangkitkan dinamika pemikiran dan gerakan
umat dalam menjawab berbagai masalah yang berkembang dengan bertumbuh pada
keberanian melakukan berbagai terobosan untuk keluar dari berbagai paham
keislaman yang tradisonal dan membeku.
19. Islam
Aktual
Dengan adanya
islam aktual diharapkan dapat dibangkitkan peran dan eksistensi islam yang
sesungguhnya ditengah-tengah masyarakat.
20. Islam
Interpretatif
Melalui islam
ini umat islam disadarkan agar memiliki kemampuan dan komitmen untuk
menunjukkan keunggulan islam dibangdingkan dengan agama lain, serta melakukan
berbagai koreksi yang dituduhkan barat terhadap islam.
21. Islam
Inklusif-Pluralis
Yaitu paham
keberagaman yang didasarkan pada pandangan bahwa agama-agama lain yang ada
didunia ini sebagai yang mengandung kebenaran dan dapat memberikan manfaat
serta keselamatan bagi penganutnya.
22. Islam
Moderlis
Islam moderlis
mempunyai ciri-ciri diantaranya yaitu menghargai penggunaan akal pikiran,
memadukan antara teosentris dan antroposentris, menggunakan hokum sebab dan
akibat dalam memecahkan berbagai maslah, memberikan kepercayaan kepada
kemampuan manusia, dan bekerja dengan menggunakan teknologi canggih.
23. Islam
Kosmopolitan
Dengan islam
kosmopolitan ini umat islam diajak agar dapat keluar dari kerangka yang sempit
dan tampil sebagai orang yang memiliki cara pandang, pola pikir, gerakan, dan
wawasan yang luas dan mendunia.
24. Islam
Esoteris
Yaitu ajaran
islam yang lebih mengutamakan aspek batin atau hakikat, sebagaimana hal ini
dapat dijimpai dalam tasawuf. Islam ini mengonsentrasikan pembahasannya pada
segi pembersihan anggota batiniyah.
25. Islam
Liberal
Islam liberal
bias diartikan sebagai islam yang serba bebas, luas, dan tidak picik dalam
memahami islam.
26. Islam
Rahmatan Lil ‘Alamin
Islam ini sering
dihubungkan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW atu misi ajaran islam.
v Sikap
menghadapi keragaman islam
Berdasarkan uraian singkat diatas
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, seluruh
paham islam tersebut lahir dslam rangka mewujudkan cita-cita islam yakni
mewujudkan rahmat bagi seluruh alam. Karena itu, sungguhpun rumusan konsepnya
berbeda-beda namun semuanya tidak keluar dari ajaran dasar Al-Qur’an dan
Al-Sunah.
Kedua, bahwa
kelahiran beragam corak islam tersebut mewujudkan bahwa islam dapat didekati,
dipahami, dihayati, dan diamalkan dengan berbagai cara dan metode. Islam
sebagaimana terdapat didalam Al-Qura’an taubahnya seperti mutiara yang
memancarkan cahaya dari berbagai sudutnya.
Ketiga, seluruh
pemaham islam tersebut merupakan hasil ijtihad yang menggunakan berbagai
pendekatan dan disiplin ilmu dan keahlian yang berbeda-beda. Oleh karenanya
semua aliran tersebut berada dalam upaya mencari jalan yang paling benar yang
dikehendaki oleh Allah dalam batas-batas kesanggupan yang dimiliki oleh
manusia. Dengan demikian didalam seluruh paham tersebut ada kebenaran da nada
kesalahan. Tugas umat adalah mengambil yang benar dan baik dan meninggalkan
yang salah dan buruk.
Keempat, paham
dan corak keislaman yang demikian itu akan hadir disetiap zaman dan tempat.
Sejarah telah merekam bahwa dimasa lalu, paham keislaman yang beragam itu sudah
ada. Yang diperlukan adalah memanfaatkan dan mengelolanya dengan baik dan
sinergi. Munculnya berbagai tantangan yang dihadapi manusia, serta kemajuan
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi akan memengaruhi lahirnya paham
keagamaan tersebut dimasa datang.[13]
Dalam berbagai
konteks, Islam kian terlihat dapat berperan sebagai penyelamat kehidupan
manusia dari masalah dan krisis kemanusiaan multidimensional-melalui sistem
keagamaan (religious system) yang
dipahami, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari secara komprehensif,
atau kaffah (universal). Pemahaman komprehansif itu selanjutnya melahirkan
sikap moral dan akhlak mulia.Dengan ajaran Islam yang sempurna dan komprehensif
itu, Islam kini tidak hanya menjadi kajian umat Islam sendiri, melainkan juga
kalangan di luar Islam (Islamisis).
Untuk membangun
Universalisme Islam kita harus memiliki pola pikir dan pola hidup yang sesuai
dengan Al-Qur’an dan Al-Sunah dengan menyeimbangkan antara kepentingan dunia
dan akhirat. Selai itu, agama Islam yang begitu beragam tingkah pemeluknya
harus mempunyai visi, misi, dan tujuan yang sama, yaitu mempunyai pemahaman
bahwa Islam adalah agama yang memberi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin); mengeluarkan
manusia dari kesesatan kepada keadaan yang terang benderang (liyukhirjakum min al-dzulumat ala al-nur);
mempersatukan manusia dari pertikaian dan perpecahan; serta mempersaudarakan
dan mendamaikannya (fa allafa baina
qulubikum fa ashbahtum bini’matihi ikhwaana), dan lainnya.
III.
KESIMPULAN
Dari
pemaparan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
·
Islam Normatif adalah Islam pada dimensi
sakral yang diakui adanya realitas transendetal yang bersifat mutlak dan
universal, melampaui ruang dan waktu atau sering disebut realitas ke-Tuhan-an.
·
Islam Historis adalah adalah
islam yang tidak bisa dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan manusia yang
berada dalam ruang dan waktu. Islam yang terangkai dengan konteks kehidupan
pemeluknya.
·
Kajian Islam Normatif melahirkan tradisi
teks:
ü Tafsir:
tradisi penjelasan dan pemaknaan kitab suci.
ü Teologi:
tradisi pemikiran tentang persoalan ketuhanan.
ü Fiqh:
tradisi pemikiran dalam bidang yurisprudensi (tata hukum).
ü Tasawuf:
Tradisi pemikiran dan laku dalam pendekatan diri pada tuhan.
ü Filsafat:
tradisi pemikiran dalam bidang hakikat kenyataan, kebenaran dan kebaikan.
·
Kajian Islam Historis melahirkan tradisi
atau disiplin studi empiris:
ü Antropologi
agama: disiplin yang mempelajari tingkah laku manusia beragama dalam
hubungannya dengan kebudayaan.
ü Sosiologi
agama: disiplin yang mempelajari system relasi sosial masyarakat dalam
hubungannya dengan agama.
ü Psikologi
agama: disiplin yang mempelajari aspek-aspek kejiwaan manusia dalam hubungannya
dengan agama.
·
Universalitas Islam atau dengan kata
lain bisa disebut dengan Islam Kaffah adalah Islam secara menyeluruh, dengan
seluruh aspeknya, seluruh sisinya, yang terkait urusan iman, atau terkait
dangan dengan akhlak, atau terkait dengan ibadah, atau terkait dangan
mu’amalah, atau terkait dangan urusan pribadi, rumah tangga, masyarakat,
negara, dan yang lainnya yang sudah diatur dalam Islam.
IV.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
kritik dan saran sangat penulis harapkan guna memperbaiki makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
[1]
Dr. M. Amin Abdullah, Studi agama
Normativitas atau Historitas?, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. vi
[2]
Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A, Studi Islam Komprehensif, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 490
[3]
Prof. DR. H. Abuddin Nata, M. A, Ilmu
Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidislipiner, (Jakarta: Rajawali
Pres, 2009), hlm. 81
[4]
Op.cit.,Studi Islam Komprehensif, hlm. 491-492
[5]
Prof. DR. M. Amin Abdullah, Islamic
Studies, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 52
[6]
Ibid., hlm. 55
[7]
Op. cit.,Studi Islam Komprehensif, hlm. 508-509
[8]
H. M. Atho Mudzar, Pendekatan Studi Islam dalam teori dan praktek, (Yogyakarta:
pustaka Pelajar, 1998), hlm.19-22
[9]
khoiruddin Nasution, Pengantar Studi
Islam, (Yogyakarta : ACADEMIA , 2009), Hlm.15.
[12]
Fadlolan Musyaffa’ Mu’thi, MA, Potret
Islam Universal, (Semarang: Syauqi Press ,2008), hlm. 9
[13]
Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A, Studi
Islam Komprehensif, (Jakarta: Kencana
Prenada Group, 2011), hlm. 490-531
Langganan:
Postingan (Atom)