Kamis, 11 April 2013

Good Bye My Everything


Good Bye My Everything
29 Maret 2013

Malam ini aku kesepian, benar-benar kesepian tanpanya disini. Tak ku sangka hari ini adalah hari terakhir dia menemaniku. Aku merindukannya, benar-benar merindukannya. Sepertinya hari ini tak akan pernah bisa ku lupakan. Hari ini telah mengukir satu sejarah di kronologi hidupku. Sedih dan bahagia memang datang satu paket. Dalam suatu kesedihan pasti ada kebahagiaan, begitupun sebaliknya.
          Hari ini adalah hari libur nasional, dimana setiap kegiatan belajar-mengajar di kampus  diistirahatkan. Awalnya aku berencana untuk pulang kampung, berkumpul dengan keluarga di rumah, atau pergi ke Surabaya untuk perpisahan dengan my best friend yang mau mengadu nasib di negeri seberang, tapi karena mengingat tugas kuliah masih menumpuk dan sedabrek, dengan berat hati harus ku urungkan niatku demi masa depanku. Manusia memang tempatnya berencana, tapi Tuhan lah yang tetap berkuasa. Ternyata hari ini teman sekelompokku pada nggak bisa kumpul. Ya sudah, batal deh rencana nyelesein tugas.
          Rasanya males jika harus nyelesein tugas sendirian, ku tutup semua buku referensi, mengambil netbook merahku, dan menjelajahi permainan di dunia gamehouse. Satu per satu ku mainkan segala permainan, awalnya aku menikmatinya, tapi lama-kelamaan aku bosan di buatnya. Aaaaaaaahhhh,,, pengen marah-marah deh jadinya kalo gini. Hari ini si pacar juga balik ke penjara sucinya, meskipun masih bisa smsan sepanjang perjalanannya, tetap saja nggak bisa ngilangin kejenuhanku. Biasanya kalo kaya gini smsan sama si mase bisa sedikit buat ketawa, tapi tidak buat pagi ini, nggak ada pembahasan ya nggak smsan, ya udah, nggak mau maksa juga.
          Hari ini kamarku dapat jatah makan 2x lipat dari jatah biasanya. Bukan karena kebijakan ma’had, tapi karena nasinya datangnya telat, jadinya teman sekamarku memutuskan untuk beli jajan di luar, dan ketika kembali dia bawa nasi bungkus dari lantai bawah, yangmana tanpa dia tau kalo nasinya udah dianterin sewaktu dia pergi. Numpuk deh nasinya. Entah karnena emang masih laper atau mungkin gara-gara bad mood yang berkepanjangan hingga jadi pengen makan lagi, akhirnya aku menghabiskan 2 porsi nasi bungkus + segelas susu hangat (tetep saja nggak bisa gemukin badan :D).
          Selesai makan mulai bingung lagi mau ngapain. saat ku diam dalam lamunanku, masuklah si Fina yang sudah necis dengan pakeannya, ku lihat juga Mbak faiq sedang berdandan canti di depan kaca. Akupun bertanya kemana mereka akan pergi, dan dijawablah kalo mereka mau pergi ke Pasar Johar buat beli buku. Akhirnya aku dan Dwi punya inisiatif untuk ikut mereka daripada bosan di kamar dan tak ada kegiatan. Waktu itu, kami (aku dan Dwi) belum mandi, dengan cepat kami segera mandi dan mempersolek diri.
          Sekitar setengah jam kemudian kami berempat pun berangkat dengan kostum yang entah kenapa bertemakan ungu. Hari ini matahari lagi terik-teriknya, panas banget. Tapi mending panas daripada hujan buat jalan-jalan. Setelah tak begitu lama menunggu  bus di depan gerbang kampus, akhirnya busnya pun datang juga. Awalnya kami semua berdiri karena busnya penuh, tapi seiring berjalannya bus, penumpangnya satu per satu mulai tereliminasi oleh sampainya ke tempat tujuan mereka. Kamipun bisa duduk tenang di dalam armada bus kota.
          Sesampai di Pasar Johar kami mengunjungi toko sepatu di bagian depan pasar, kami mencari pesanan sepatu dari adik mbak Faiq. Sepatu yang di cari mempunyai kriteria khusus yang ditetapkan oleh si pemesan, yaitu sepatu olah raga bewarna biru putih yang bukan memakai tali tapi klikepan, dan berbudget di bawah 150,000. Satu per satu took pun kami singgahi tapi sulit mendapatkan yang sesuai kriteria. Akhirnya kamipun memutuskan menunda dulu peng-hunting-an sepatu buat adek si mbak Faiq dan meneruskan petualangan ke took buku Toha Putra. Sesampai di tempat tujuan, ternyata tokonya tutup. Mungkin dikarenakan kami kesiangan dan  para petugasnya sholat jum’at, karena hari ini memang hari Jum’at.
          Sambil nunggu toko buka, kami pergi mencari tempat istirahat. Dan warung di depan Masjid Agung Semarangpun jadi tempat persinggahan kami. Disana kami hanya pesan minuman saja, karena perut dirasa masih kenyang. Selesai minum, kami kembali berpetualang di antara desakan para penjual dan pembeli di dalam pasar. Panas dan gerah. Keringatpun serasa mengucur di badan. Tapi kaki kami tetap saja melangkah menuju area kauskaki. Disini mbak Faiq dan Fina membeli 6 pasang kaus kaki. Setelah si penutup kaki sudah dalam genggaman, kamipun pergi ke masjid untuk melaksanakan kewajiban sholat dzuhur. Setelah sholat, kami beralih ke tujuan utama, yakni toko buku. Alhamdulillah tokonya sudah menanti kami dengan senyum yang lebar. Kami pun menyambut senyumannya dengan segera masuk di dalamnya. Setelah memborong beberapa buku, kami berencana untuk pergi ke Kota Lama Semarang, tapi karena nggak tau jalurnya, akhirnya rencanapun digugurkan. Kami kembali ke salah satu toko sepatu yang tadi sudah didatangi. Karena sulitnya menemukan sang sepatu idaman, akhirnya kami meniadakan salah satu kriteria dari sepatu yang diinginkan, yaitu dengan mengganti warna biru putih, menjadi merah putih (eits, tapi bukan bendera Indonesia lho ya… :D). sepatupun di dapat hanya dengan 75.000 saja. Alhamdulillah….
          Dari toko sepatu, kami memutuskan mencari tempat makan, rasa lapar tak bisa ditahan setelah hampir seharian berpetualang. Kami pun memutuskan membeli makan di warung bakso dan mie ayam. Ternyata di sana kami bertemu dengan rombongan santri-santri ma’had yang lain. Kenal nggak kenal asal sapa aja, kan juga satu produk (Ma’had Walisongo, J). Semakin lama di warung itu, bertambah pula santri ma’had yang makan di warung itu, serasa warung itu disewa buat acara pertemuan anak ma’had, :D.
          Sebelum kembali pulang ke ma’had, kami memutuskan berkeliling dulu cuci mata di swalayan dekat warung makan tadi. Dan waw, disini memang surganya wanita, serba diskon. Untung saja aku orangnya nggak begitu suka fashion, sebesar apa diskonnya, ya nggak bakal ngaruh buatku. Disana kami mendatangi satu per satu stand yang ada dan hanya melihat-lihat saja. Diantara kami berempat, hanya mbak Faiq yang menukarkan uangnya dengan baju disana.
          Saat diskon memanglah saat-saat yang mungkin menyenangkan bagi kebanyakan kaum perempuan. Dan pada saat itulah pusat perbelanjaan akan ramai diserbu para penggilanya. Akupun terbawa arus karenanya. Meskipun tak ada hasrat membeli barang di sana, tapi memilih-milih barang pun juga aku lakukan sama seperti yang lainnya. Seasyik apapun aku dengan ribuan baju yang dipamerkan di sana, aku tak pernah bisa lupa dengan anakku (handphone) tersayang. Setiap 5-10menitan sekali ku lihat hpku, sapa tau ada sms yang masuk. Aku memang tak bisa jauh dari anakku itu. Bukan berarti aku menuhankan sebuah hp, tapi hp sudah menjadi bagian dari hidupku. Setelah ku ceck hpku, dan ternyata nggak ada pesan ataupun panggilan yang masuk, ku kembalikan lagi ke tempatnya, yaitu di kantong bagian paling depan dari tas slempangku. Sebenarnya nggak enak banget naruh hp di tas, karena aku terbiasa menaruhnya di saku baju biar lebih mudah mengambilnya, tapi sayangnya aku pake baju yang nggak ada sakunya, terpaksa deh ditaruh di tas.
          Pada saat aku mengececk lagi hpku untuk kesekian kali, betapa terkejutnya aku ketika tak ku dapati si anak sudah taka da di tempatnya. Ku coba mencari ke seluruh ruang dalam tas, tapi tak ku temukan. Sekali dua kali hingga seterusnya, ku mencoba meraba ke semua sisi dalam tas hingga berulang kali, tapi hasilnya masih tetap sama, nihil. Akupun langsung bilang ke Dwi yang saat itu posisinya paling dekat denganku. Langsung saja dia mencoba miscall hpku, tapi nggak aktif. Dia coba terus menghubungi nomer hpku, tapi tetap saja nggak bisa dihubungi. Lalu akupun pinjem hpnya dwi buat sms si Mase, karena terakhir kali aku smsan sama dia, tapi nggak ada balasan (tidur mungkin). Akhirnya kami berempat pun berkumpul lagi, dan akupun bilang ke mbk faiq sama Fina kalo hpku hilang. Mereka kaget. Lalu aku sama Dwi kembali menelusuri tempat-tempat yang kami kunjungi. Sepanjang jalan akupun masih mencoba menghubungi nomer hpku, tapi tetap saja nggak bisa. Kamipun sampai di warung tempat kami makan tadi. Aku Tanya penjualnya, katany nggak ada hp yang ketinggalan. Ya sudahlah. Kami kembali ke dalam swalayan untuk bertemu mbk Faiq sama Fina. Dan setelah itu kami memutuskan pulang ke ma’had. Dan aku sudah menyerah atas pencarian hpku, sudah nggak bakalan ketemu.
          Di perjalanan pulang aku kepikiran si pacar, gimana kalo dia menghubungiku? Ini kan hari perpisahan kita karena dia kembali ke pondoknya. Kalo dia kecewa karena aku nggak bales smsnya gimana? Aku nggak mau buat dia salah faham. Naas banget aku nggak hafal nomernya yang baru, yang aku hafal cuma belakangnya, 713. Aku coba menghubungi Labib, sahabat pacarku yang ku hafal nomernya. Aku minta nomernya si pacar ke dia, tapi smsku nggak di balas, telfonpun nggak diangkat. Akupun tak menyerah, mungkin Udin (sahabat si pacar yang lain) lagi sama si pacar, atau nggak aku bisa minta nomernya si pacar ke dia, masalahnya aku nggak hafal nomernya, tapi seingatku temenku ada yang punya nomernya. Mbk Uus pertama yang ku hubungi, aku minta nomernya Udin ke dia, tapi lama nggak ada balasnya. Akupun ingat kalo Ika (temen sekamarku dulu) pernah smsn sama Udin. Berniat untuk menghubungi Ika tapi nggak hafal nomernya, akhirnya aku minta nomer ika dulu ke Maya (temen sekamarku dulu juga). Tapi sayang nomernya Ika nggak tersimpan di kontak hp yang Maya bawa, katanya nomernya Ika tersimpan di hpnya yang satu lagi yang ia tinggal di rumah, sedang dia lagi maen ke rumah temennya. Bingug deh jadinya. Ya udah, ku coba aja terus menghubungi nomernya Labib, tapi tetep saja nggak diangkat-angkat.
          Sampai di halte bis, Alhamdulillah aku bertemu Ika, nggak disangka dia juga ada di Johar bersama Mbak Dewi dan Mbak Amel. Allah selalu memberi kemudahan dalam kesulitan. Akupun langsung minta nomere Udin ke Ika. Tapi kendalapun masih saja mengikuti. Smsku ke Udin tak terbalas, telfonpun nggak diangkat. Apa dia tidur ya? (pikirku). Setelah beberapa kali mencoba menelfon Udin, akhirnya diangkat juga, tapi kok suaranya perempuan? Apa ibunya ya? (asal tebak aja). Setelah itu ada telfon masuk nggak tau dari siapa, langsung saj ku berikan hpnya ke yang punya (Dwi), ternyata telfon itu buat aku dan itu telfon dari perempuan yang suaranya aku dengar tadi. Setelah aku bertanya pada si penelfon, aku baru tau kalo aku salah nomer, ku coba mengececk nomer Udin  yang ku miscall tadi, ternyata aku memang salah nomer. Apes. Ku coba lagi menghubungi nomer Udin, kali ini nomernya nggak salah. Tapi tetap saja belum beruntung. Telfonnya nggak diangkat. Akupun tak menyerah, aku coba menghubungi Labib dan Udin secara bergantian.
          Temen-temen bilang aku nggak ada tampang kaya orang yang habis kehilangan barang. Aku masih ketawa-ketawa, senyum-senyum, dan katanya aku telalu pasrah. Lha trus aku gimana? Sedih sih aslinya, tapi ya sudah lah, udah nggak rejekiku paling. Ditangisi dan diratapi pun hpku nggak bisa balik. Mencoba ikhlas itu lebih baik. Tapi yang buatku risau adalah nomerku, aku sudah terlanjur cinta sama nomerku, itu nomer penting bagiku. Biarlah hpku hilang, tapi aku ingin nomerku kembali.
          Hari ini ku mendapat pelajaran dari rentetan peristiwa yang ku alami hari ini. Kita harus menjaga apapun yang kita punya, waspada dan teliti, bacalah peluang-peluang yang mungkin terjadi, jangan menyepelekan hal yang kecil, dan semua yang bernyawa pasti akan diberikan cobaan.


Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar