Good Bye
My Everything
29 Maret 2013
Malam ini aku kesepian, benar-benar kesepian tanpanya
disini. Tak ku sangka hari ini adalah hari terakhir dia menemaniku. Aku
merindukannya, benar-benar merindukannya. Sepertinya hari ini tak akan pernah
bisa ku lupakan. Hari ini telah mengukir satu sejarah di kronologi hidupku.
Sedih dan bahagia memang datang satu paket. Dalam suatu kesedihan pasti ada
kebahagiaan, begitupun sebaliknya.
Hari ini adalah hari libur nasional,
dimana setiap kegiatan belajar-mengajar di kampus diistirahatkan. Awalnya aku berencana untuk
pulang kampung, berkumpul dengan keluarga di rumah, atau pergi ke Surabaya
untuk perpisahan dengan my best friend yang mau mengadu nasib di negeri
seberang, tapi karena mengingat tugas kuliah masih menumpuk dan sedabrek,
dengan berat hati harus ku urungkan niatku demi masa depanku. Manusia memang
tempatnya berencana, tapi Tuhan lah yang tetap berkuasa. Ternyata hari ini
teman sekelompokku pada nggak bisa kumpul. Ya sudah, batal deh rencana
nyelesein tugas.
Rasanya males jika harus nyelesein
tugas sendirian, ku tutup semua buku referensi, mengambil netbook merahku, dan
menjelajahi permainan di dunia gamehouse. Satu per satu ku mainkan segala
permainan, awalnya aku menikmatinya, tapi lama-kelamaan aku bosan di buatnya.
Aaaaaaaahhhh,,, pengen marah-marah deh jadinya kalo gini. Hari ini si pacar
juga balik ke penjara sucinya, meskipun masih bisa smsan sepanjang
perjalanannya, tetap saja nggak bisa ngilangin kejenuhanku. Biasanya kalo kaya gini
smsan sama si mase bisa sedikit buat ketawa, tapi tidak buat pagi ini, nggak
ada pembahasan ya nggak smsan, ya udah, nggak mau maksa juga.
Hari ini kamarku dapat jatah makan 2x
lipat dari jatah biasanya. Bukan karena kebijakan ma’had, tapi karena nasinya
datangnya telat, jadinya teman sekamarku memutuskan untuk beli jajan di luar,
dan ketika kembali dia bawa nasi bungkus dari lantai bawah, yangmana tanpa dia
tau kalo nasinya udah dianterin sewaktu dia pergi. Numpuk deh nasinya. Entah
karnena emang masih laper atau mungkin gara-gara bad mood yang berkepanjangan
hingga jadi pengen makan lagi, akhirnya aku menghabiskan 2 porsi nasi bungkus +
segelas susu hangat (tetep saja nggak bisa gemukin badan :D).
Selesai makan mulai bingung lagi mau
ngapain. saat ku diam dalam lamunanku, masuklah si Fina yang sudah necis dengan
pakeannya, ku lihat juga Mbak faiq sedang berdandan canti di depan kaca. Akupun
bertanya kemana mereka akan pergi, dan dijawablah kalo mereka mau pergi ke
Pasar Johar buat beli buku. Akhirnya aku dan Dwi punya inisiatif untuk ikut
mereka daripada bosan di kamar dan tak ada kegiatan. Waktu itu, kami (aku dan
Dwi) belum mandi, dengan cepat kami segera mandi dan mempersolek diri.
Sekitar setengah jam kemudian kami
berempat pun berangkat dengan kostum yang entah kenapa bertemakan ungu. Hari
ini matahari lagi terik-teriknya, panas banget. Tapi mending panas daripada
hujan buat jalan-jalan. Setelah tak begitu lama menunggu bus di depan gerbang kampus, akhirnya busnya
pun datang juga. Awalnya kami semua berdiri karena busnya penuh, tapi seiring
berjalannya bus, penumpangnya satu per satu mulai tereliminasi oleh sampainya
ke tempat tujuan mereka. Kamipun bisa duduk tenang di dalam armada bus kota.
Sesampai di Pasar Johar kami
mengunjungi toko sepatu di bagian depan pasar, kami mencari pesanan sepatu dari
adik mbak Faiq. Sepatu yang di cari mempunyai kriteria khusus yang ditetapkan
oleh si pemesan, yaitu sepatu olah raga bewarna biru putih yang bukan memakai
tali tapi klikepan, dan berbudget di
bawah 150,000. Satu per satu took pun kami singgahi tapi sulit mendapatkan yang
sesuai kriteria. Akhirnya kamipun memutuskan menunda dulu peng-hunting-an
sepatu buat adek si mbak Faiq dan meneruskan petualangan ke took buku Toha
Putra. Sesampai di tempat tujuan, ternyata tokonya tutup. Mungkin dikarenakan
kami kesiangan dan para petugasnya
sholat jum’at, karena hari ini memang hari Jum’at.
Sambil nunggu toko buka, kami pergi
mencari tempat istirahat. Dan warung di depan Masjid Agung Semarangpun jadi
tempat persinggahan kami. Disana kami hanya pesan minuman saja, karena perut
dirasa masih kenyang. Selesai minum, kami kembali berpetualang di antara
desakan para penjual dan pembeli di dalam pasar. Panas dan gerah. Keringatpun
serasa mengucur di badan. Tapi kaki kami tetap saja melangkah menuju area
kauskaki. Disini mbak Faiq dan Fina membeli 6 pasang kaus kaki. Setelah si
penutup kaki sudah dalam genggaman, kamipun pergi ke masjid untuk melaksanakan
kewajiban sholat dzuhur. Setelah sholat, kami beralih ke tujuan utama, yakni
toko buku. Alhamdulillah tokonya sudah menanti kami dengan senyum yang lebar.
Kami pun menyambut senyumannya dengan segera masuk di dalamnya. Setelah
memborong beberapa buku, kami berencana untuk pergi ke Kota Lama Semarang, tapi
karena nggak tau jalurnya, akhirnya rencanapun digugurkan. Kami kembali ke
salah satu toko sepatu yang tadi sudah didatangi. Karena sulitnya menemukan
sang sepatu idaman, akhirnya kami meniadakan salah satu kriteria dari sepatu
yang diinginkan, yaitu dengan mengganti warna biru putih, menjadi merah putih
(eits, tapi bukan bendera Indonesia lho ya… :D). sepatupun di dapat hanya
dengan 75.000 saja. Alhamdulillah….
Dari toko sepatu, kami memutuskan
mencari tempat makan, rasa lapar tak bisa ditahan setelah hampir seharian berpetualang.
Kami pun memutuskan membeli makan di warung bakso dan mie ayam. Ternyata di
sana kami bertemu dengan rombongan santri-santri ma’had yang lain. Kenal nggak
kenal asal sapa aja, kan juga satu produk (Ma’had Walisongo, J).
Semakin lama di warung itu, bertambah pula santri ma’had yang makan di warung
itu, serasa warung itu disewa buat acara pertemuan anak ma’had, :D.
Sebelum kembali pulang ke ma’had, kami
memutuskan berkeliling dulu cuci mata di swalayan dekat warung makan tadi. Dan
waw, disini memang surganya wanita, serba diskon. Untung saja aku orangnya
nggak begitu suka fashion, sebesar apa diskonnya, ya nggak bakal ngaruh buatku.
Disana kami mendatangi satu per satu stand yang ada dan hanya melihat-lihat
saja. Diantara kami berempat, hanya mbak Faiq yang menukarkan uangnya dengan
baju disana.
Saat diskon memanglah saat-saat yang
mungkin menyenangkan bagi kebanyakan kaum perempuan. Dan pada saat itulah pusat
perbelanjaan akan ramai diserbu para penggilanya. Akupun terbawa arus
karenanya. Meskipun tak ada hasrat membeli barang di sana, tapi memilih-milih
barang pun juga aku lakukan sama seperti yang lainnya. Seasyik apapun aku
dengan ribuan baju yang dipamerkan di sana, aku tak pernah bisa lupa dengan
anakku (handphone) tersayang. Setiap 5-10menitan sekali ku lihat hpku, sapa tau
ada sms yang masuk. Aku memang tak bisa jauh dari anakku itu. Bukan berarti aku
menuhankan sebuah hp, tapi hp sudah menjadi bagian dari hidupku. Setelah ku
ceck hpku, dan ternyata nggak ada pesan ataupun panggilan yang masuk, ku
kembalikan lagi ke tempatnya, yaitu di kantong bagian paling depan dari tas slempangku. Sebenarnya nggak enak banget
naruh hp di tas, karena aku terbiasa menaruhnya di saku baju biar lebih mudah
mengambilnya, tapi sayangnya aku pake baju yang nggak ada sakunya, terpaksa deh
ditaruh di tas.
Pada saat aku mengececk lagi hpku
untuk kesekian kali, betapa terkejutnya aku ketika tak ku dapati si anak sudah
taka da di tempatnya. Ku coba mencari ke seluruh ruang dalam tas, tapi tak ku
temukan. Sekali dua kali hingga seterusnya, ku mencoba meraba ke semua sisi
dalam tas hingga berulang kali, tapi hasilnya masih tetap sama, nihil. Akupun
langsung bilang ke Dwi yang saat itu posisinya paling dekat denganku. Langsung
saja dia mencoba miscall hpku, tapi nggak aktif. Dia coba terus menghubungi
nomer hpku, tapi tetap saja nggak bisa dihubungi. Lalu akupun pinjem hpnya dwi
buat sms si Mase, karena terakhir kali aku smsan sama dia, tapi nggak ada
balasan (tidur mungkin). Akhirnya kami berempat pun berkumpul lagi, dan akupun
bilang ke mbk faiq sama Fina kalo hpku hilang. Mereka kaget. Lalu aku sama Dwi
kembali menelusuri tempat-tempat yang kami kunjungi. Sepanjang jalan akupun
masih mencoba menghubungi nomer hpku, tapi tetap saja nggak bisa. Kamipun
sampai di warung tempat kami makan tadi. Aku Tanya penjualnya, katany nggak ada
hp yang ketinggalan. Ya sudahlah. Kami kembali ke dalam swalayan untuk bertemu
mbk Faiq sama Fina. Dan setelah itu kami memutuskan pulang ke ma’had. Dan aku
sudah menyerah atas pencarian hpku, sudah nggak bakalan ketemu.
Di perjalanan pulang aku kepikiran si
pacar, gimana kalo dia menghubungiku? Ini kan hari perpisahan kita karena dia
kembali ke pondoknya. Kalo dia kecewa karena aku nggak bales smsnya gimana? Aku
nggak mau buat dia salah faham. Naas banget aku nggak hafal nomernya yang baru,
yang aku hafal cuma belakangnya, 713. Aku coba menghubungi Labib, sahabat
pacarku yang ku hafal nomernya. Aku minta nomernya si pacar ke dia, tapi smsku
nggak di balas, telfonpun nggak diangkat. Akupun tak menyerah, mungkin Udin
(sahabat si pacar yang lain) lagi sama si pacar, atau nggak aku bisa minta
nomernya si pacar ke dia, masalahnya aku nggak hafal nomernya, tapi seingatku
temenku ada yang punya nomernya. Mbk Uus pertama yang ku hubungi, aku minta nomernya
Udin ke dia, tapi lama nggak ada balasnya. Akupun ingat kalo Ika (temen
sekamarku dulu) pernah smsn sama Udin. Berniat untuk menghubungi Ika tapi nggak
hafal nomernya, akhirnya aku minta nomer ika dulu ke Maya (temen sekamarku dulu
juga). Tapi sayang nomernya Ika nggak tersimpan di kontak hp yang Maya bawa,
katanya nomernya Ika tersimpan di hpnya yang satu lagi yang ia tinggal di
rumah, sedang dia lagi maen ke rumah temennya. Bingug deh jadinya. Ya udah, ku
coba aja terus menghubungi nomernya Labib, tapi tetep saja nggak
diangkat-angkat.
Sampai di halte bis, Alhamdulillah aku
bertemu Ika, nggak disangka dia juga ada di Johar bersama Mbak Dewi dan Mbak
Amel. Allah selalu memberi kemudahan dalam kesulitan. Akupun langsung minta
nomere Udin ke Ika. Tapi kendalapun masih saja mengikuti. Smsku ke Udin tak
terbalas, telfonpun nggak diangkat. Apa dia tidur ya? (pikirku). Setelah
beberapa kali mencoba menelfon Udin, akhirnya diangkat juga, tapi kok suaranya
perempuan? Apa ibunya ya? (asal tebak aja). Setelah itu ada telfon masuk nggak
tau dari siapa, langsung saj ku berikan hpnya ke yang punya (Dwi), ternyata
telfon itu buat aku dan itu telfon dari perempuan yang suaranya aku dengar
tadi. Setelah aku bertanya pada si penelfon, aku baru tau kalo aku salah nomer,
ku coba mengececk nomer Udin yang ku
miscall tadi, ternyata aku memang salah nomer. Apes. Ku coba lagi menghubungi
nomer Udin, kali ini nomernya nggak salah. Tapi tetap saja belum beruntung.
Telfonnya nggak diangkat. Akupun tak menyerah, aku coba menghubungi Labib dan
Udin secara bergantian.
Temen-temen bilang aku nggak ada
tampang kaya orang yang habis kehilangan barang. Aku masih ketawa-ketawa,
senyum-senyum, dan katanya aku telalu pasrah. Lha trus aku gimana? Sedih sih
aslinya, tapi ya sudah lah, udah nggak rejekiku paling. Ditangisi dan diratapi
pun hpku nggak bisa balik. Mencoba ikhlas itu lebih baik. Tapi yang buatku
risau adalah nomerku, aku sudah terlanjur cinta sama nomerku, itu nomer penting
bagiku. Biarlah hpku hilang, tapi aku ingin nomerku kembali.
Hari ini ku mendapat pelajaran dari
rentetan peristiwa yang ku alami hari ini. Kita harus menjaga apapun yang kita
punya, waspada dan teliti, bacalah peluang-peluang yang mungkin terjadi, jangan
menyepelekan hal yang kecil, dan semua yang bernyawa pasti akan diberikan
cobaan.